I. PENDAHULUAN
Masalah etika bisnis atau etika usaha akhir-akhir ini semakin banyak
dibicarakan bukan hanya di tanah air kita, tetapi juga di negara-negara lain
termasuk di negara-negara maju. Perhatian mengenai masalah ini tidak terlepas
dari semakin berkembangnya dunia usaha kita sebagai hasil pembangunan selama
ini. Peran dunia usaha dalam perekonomian begitu cepatnya, sehingga dalam hal
investasi, misalnya, sekarang sudah 3 kali investasi pemerintah. Kegiatan
bisnis yang makin merebak baik di dalam maupun di luar negeri, telah
menimbulkan tantangan baru, yaitu adanya tuntutan praktek bisnis yang baik,
yang etis, yang juga menjadi tuntutan kehidupan bisnis di banyak negara di
dunia. Transparansi yang dituntut oleh ekonomi global menuntut pula praktik
bisnis yang etis. Dalam ekonomi pasar global, kita hanya bisa survive kalau
mampu bersaing.
Para ahli sering berkelakar bahwa pengertian etika bisnis merupakan sebuah
kontradiksi istilah karena ada pertentangan antara etika dan minat pribadi yang
berorientasi pada pencarian keuntungan. Ketika ada konflik antara etika dan
keuntungan, bisnis lebih memilih keuntungan daripada etika. Buku Business
Ethics mengambil pandangan bahwa tindakan etis merupakan strategi bisnis jangka
panjang terbaik bagi perusahaan sebuah pandangan yang semakin diterima dalam
beberapa tahun belakangan ini. Oleh karena itu, pemahaman tentang etika bisnis
diperlukan untuk para pelaku bisnis agar usaha yang dijalankan dapat menjadi
suatu usaha bisnis yang beretika dan mengurangi resiko kegagalan. Selain itu
pemahaman pengertian komunikasi terutama komunikasi bisnis.
Banyaknya contoh kasus etika bisnis dimana perusahaan pada era globalisasi ini
yang tidak menjalankan usahanya dengan berlandaskan etika bisnis, dan tidak
mengetahui para pelaku usaha tentang penting etika binis dalam perusahaan.
Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penulisan contoh makalah etika bisnis
ini adalah:
1.
Mengetahui pengertian etika bisnis
2.
Mengetahui pentingnya etika dalam dunia bisnis
3.
Mengetahui penerapan etika bisnis dalam organisasi perusahaan.
II. PENGERTIAN ETIKA BISNIS
Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan
salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam
kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Pengertian dan prinsip etika b merupakan
studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam sistem dan organisasi
yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang
dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi.
Beberapa hal yang mendasari perlunya etika dalam kegiatan bisnis:
1.
Selain mempertaruhkan barang dan uang untuk tujuan keuntungan,
bisnis juga mempertaruhkan nama, harga diri, bahkan nasib manusia yang terlibat
di dalamnya.
2.
Bisnis adalah bagian penting dalam masyarakat
3.
Bisnis juga membutuhkan etika yang setidaknya mampu memberikan
pedoman bagi pihak – pihak yang melakukannya.
Masalah etika dalam bisnis
dapat diklasifikasikan ke dalam lima kategori yaitu: Suap (Bribery), Paksaan
(Coercion), Penipuan (Deception), Pencurian (Theft), Diskriminasi tidak jelas
(Unfair discrimination), yang masing-masing dapat diuraikan berikut ini:
1.
Suap (Bribery), adalah tindakan berupa menawarkan, memberi,
menerima atau meminta sesuatu yang berharga dengan tujuan mempengaruhi tindakan
seorang pejabat dalam melaksanakan kewajiban publik. Suap dimaksudkan untuk
memanipulasi seseorang dengan membeli pengaruh. 'Pembelian' itu dapat dilakukan
baik dengan membayarkan sejumlah uang atau barang, maupun pembayaran kembali'
setelah transaksi terlaksana. Suap kadangkala tidak mudah dikenali. Pemberian
cash atau penggunaan callgirls dapat dengan mudah dimasukkan sebagai cara suap,
tetapi pemberian hadiah (gift) tidak selalu dapat disebut sebagai suap,
tergantung dari maksud dan respons yang diharapkan oleh pemberi hadiah.
2.
Paksaan (Coercion), adalah tekanan, batasan, dorongan
dengan paksa atau dengan menggunakan jabatan atau ancaman. Coercion dapat
berupa ancaman untuk mempersulit kenaikan jabatan, pemecatan, atau penolakan
industri terhadap seorang individu.
3.
Penipuan (Deception), adalah tindakan memperdaya,
menyesatkan yang disengaja dengan mengucapkan atau melakukan kebohongan.
4.
Pencurian (Theft), adalah merupakan tindakan mengambil
sesuatu yang bukan hak kita atau mengambil property milik orang lain tanpa
persetujuan pemiliknya. Properti tersebut dapat berupa property fisik atau
konseptual.
5.
Diskriminasi tidak jelas (Unfair discrimination), adalah
perlakuan tidak adil atau penolakan terhadap orang-orang tertentu yang
disebabkan oleh ras, jenis kelamin, kewarganegaraan, atau agama. Suatu
kegagalan untuk memperlakukan semua orang dengan setara tanpa adanya perbedaan
yang beralasan antara mereka yang 'disukai' dan tidak.
III. PENTINGNYA ETIKA DALAM
DUNIA BISNIS
Perubahan perdagangan dunia menuntut segera dibenahinya etika bisnis agar
tatanan ekonomi dunia semakin membaik. Dalam bisnis tidak jarang berlaku konsep
tujuan menghalalkan segala cara. Bahkan tindakan yang berbau kriminal pun
ditempuh demi pencapaian suatu tujuan. Kalau sudah demikian, pengusaha yang
menjadi pengerak motor perekonomian akan berubah menjadi binatang ekonomi.
Terjadinya perbuatan tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakan
kecenderungan tetapi sebaliknya, makin hari semakin meningkat. Tindakan mark
up, ingkar janji, tidak mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan
sumber daya alam maupun tindakan kolusi dan suap merupakan segelintir contoh
pengabaian para pengusaha terhadap etika bisnis.
Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada
pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan
itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu
antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam
hubungan langsung maupun tidak langsung. Dengan memetakan pola hubungan dalam
bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud
dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif. Hubungan ini tidak hanya
dalam satu negara, tetapi meliputi berbagai negara yang terintegrasi dalam
hubungan perdagangan dunia yang nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa
perkembangan dunia itu menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya,
kondisi hukum yang melingkupi dunia usaha terlalu jauh tertinggal dari
pertumbuhan serta perkembangan di bidang ekonomi.
Jalinan hubungan usaha dengan pihak-pihak lain yang terkait begitu kompleks.
Akibatnya, ketika dunia usaha melaju pesat, ada pihak-pihak yang tertinggal dan
dirugikan, karena peranti hukum dan aturan main dunia usaha belum mendapatkan
perhatian yang seimbang. Salah satu contoh yang selanjutnya menjadi masalah
bagi pemerintah dan dunia usaha adalah masih adanya pelanggaran terhadap upah
buruh. Hal lni menyebabkan beberapa produk nasional terkena batasan di pasar
internasional.
Contoh lain yang merupakan contoh kasus etika bisnis adalah produk-produk hasil
hutan yang mendapat protes keras karena pengusaha Indonesia dinilai tidak
memperhatikan kelangsungan sumber alam yang sangat berharga. Perilaku etik
penting diperlukan untuk mencapai sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis.
Pentingnya etika bisnis tersebut berlaku untuk kedua perspektif, baik lingkup
makro maupun mikro, yang akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Perspektif Makro
Pertumbuhan suatu negara
tergantung pada market system yang berperan lebih efektif dan efisien daripada
command system dalam mengalokasikan barang dan jasa. Beberapa kondisi yang
diperlukan market system untuk dapat efektif, yaitu:
1.
Hak memiliki dan mengelola properti swasta
2.
Kebebasan memilih dalam perdagangan barang dan jasa
3.
Ketersediaan informasi yang akurat berkaitan dengan barang dan
jasa.
Jika salah satu subsistem dalam
market system melakukan perilaku yang tidak etis, maka hal ini akan
mempengaruhi keseimbangan sistem dan menghambat pertumbuhan sistem secara
makro. Pengaruh dari perilaku tidak etik pada perspektif bisnis makro :
1.
Penyogokan atau suap. Hal ini akan mengakibatkan berkurangnya
kebebasan memilih dengan cara mempengaruhi pengambil keputusan.
2.
Coercive act. Mengurangi kompetisi yang efektif antara pelaku
bisnis dengan ancaman atau memaksa untuk tidak berhubungan dengan pihak lain
dalam bisnis.
3.
Deceptive information
4.
Pecurian dan penggelapan
5.
Unfair discrimination.
2. Perspektif Bisnis Mikro
Dalam Iingkup ini perilaku etik
identik dengan kepercayaan atau trust. Dalam Iingkup mikro terdapat rantai
relasi di mana supplier,perusahaan, konsumen, karyawan saling berhubungan
kegiatan bisnis yang akan berpengaruh pada Iingkup makro. Tiap mata rantai
penting dampaknya untuk selalu menjaga etika, sehingga kepercayaan yang
mendasari hubungan bisnis dapat terjaga dengan baik. Standar moral merupakan
tolok ukur etika bisnis. Dimensi etik merupakan dasar kajian dalam pengambilan
keputusan. Etika bisnis cenderung berfokus pada etika terapan daripada etika
normatif.
Dua prinsip yang menjadi acuan
dimensi etik dalam pengambilan keputusan, yaitu:
1.
Prinsip konsekuensi (Principle of Consequentialist) adalah konsep
etika yang berfokus pada konsekuensi pengambilan keputusan. Artinya keputusan
dinilai etik atau tidak berdasarkan konsekuensi (dampak) keputusan tersebut
2.
Prinsip tidak konsekuensi (Principle of Nonconsequentialist)
adalah terdiri dari rangkaian peraturan yang digunakan sebagai petunjuk/panduan
pengambilan keputusan etik dan berdasarkan alasan bukan akibat, antara lain:
(a) Prinsip Hak, yaitu menjamin hak asasi manusia yang berhubungan dengan
kewajiban untuk tidak saling melanggar hak orang lain (b) Prinsip Keadilan,
yaitu keadilan yang biasanya terkait dengan isu hak, kejujuran dan kesamaan.
Prinsip keadilan dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu:
- Keadilan distributive,
yaitu keadilan yang sifatnya menyeimbangkan alokasi benefit dan beban
antar anggota kelompok sesuai dengan kontribusi tenaga dan pikirannya
terhadap benefit. Benefit terdiri dari pendapatan, pekerjaan,
kesejahteraan, pendidikan dan waktu luang. Beban terdiri dari tugas kerja,
pajak dan kewajiban social.
- Keadilan retributive,
yaitu keadilan yang terkait dengan retribution (ganti rugi) dan hukuman
atas kesalahan tindakan. Seseorang bertanggungjawab atas konsekuensi
negatif atas tindakan yang dilakukan kecuali tindakan tersebut dilakukan
atas paksaan pihak lain.
- Keadilan kompensatoris,
yaitu keadilan yang terkait dengan kompensasi bagi pihak yang dirugikan.
Kompensasi yang diterima dapat berupa perlakuan medis, pelayanan dan
barang penebus kerugian. Masalah terjadi apabila kompensasi tidak dapat
menebus kerugian, misalnya kehilangan nyawa manusia. Apabila moral
merupakan suatu pendorong orang untuk melakukan kebaikan, maka etika
bertindak sebagai rambu-rambu (sign) yang merupakan kesepakatan secara
rela dari semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan
mampu mengembangkan etika (patokan/rambu-rambu) yang menjamin kegiatan
bisnis yang seimbang, selaras, dan serasi. Etika sebagai rambu-rambu dalam
suatu kelompok masyarakat akan dapat membimbing dan mengingatkan
anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good conduct) yang harus
selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Karena itu diperlukan pemahaman pula
akan berbagai contoh kasus etika bisnis yang lebih luas.
IV. PENERAPAN ETIKA PADA
ORGANISASI PERUSAHAAN
Dapatkan pengertian moral seperti tanggung jawab, perbuatan yang salah dan
kewajiban diterapkan terhadap kelompok seperti perusahaan, ataukah pada orang
(individu) sebagai perilaku moral yang nyata?
Ada dua pandangan yang muncul atas masalah ini:
Ekstrem pertama, adalah pandangan yang berpendapat bahwa, karena aturan yang
mengikat, organisasi memperbolehkan kita untuk mengatakan bahwa perusahaan
bertindak seperti individu dan memiliki tujuan yang disengaja atas apa yang
mereka lakukan, kita dapat mengatakan mereka bertanggung jawab secara moral
untuk tindakan mereka dan bahwa tindakan mereka adalah bermoral atau tidak
bermoral dalam pengertian yang sama yang dilakukan manusia.
Ekstrem kedua, adalah pandangan filsuf yang berpendirian bahwa tidak masuk akal
berpikir bahwa organisasi bisnis secara moral bertanggung jawab karena ia gagal
mengikuti standar moral atau mengatakan bahwa organisasi memiliki kewajiban
moral. Organisasi bisnis sama seperti mesin yang anggotanya harus secara
membabi buta mentaati peraturan formal yang tidak ada kaitannya dengan
moralitas. Akibatnya, lebih tidak masuk akal untuk menganggap organisasi
bertanggung jawab secara moral karena ia gagal mengikuti standar moral daripada
mengkritik organisasi seperti mesin yang gagal bertindak secara moral. Karena
itu, tindakan perusahaan berasal dari pilihan dan tindakan individu manusia,
indivdu-individulah yang harus dipandang sebagai penjaga utama kewajiban moral
dan tanggung jawab moral: individu manusia bertanggung jawab atas apa yang dilakukan
perusahaan karena tindakan perusahaan secara keseluruhan mengalir dari pilihan
dan perilaku mereka. Jika perusahaan bertindak keliru, kekeliruan itu
disebabkan oleh pilihan tindakan yang dilakukan oleh individu dalam perusahaan
itu, jika perusahaan bertindak secara moral, hal itu disebabkan oleh pilihan
individu dalam perusahaan bertindak secara bermoral.
V. PENUTUP
Setelah mengetahui betapa pentingnya peranan etika bisnis dalam suatu
perusahaan, maka penulis menyarankan dan mengajak kepada pembaca agar dalam
menjalankan usaha bisnisnya menerapkan suatu etika bisnis untuk mengurangi
resiko kegagalan dan bersaing dalam era globalisasi saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
- Steade et al (1984: 701),
Etika Bisnis,”Business, Its Natural and Environment An Introduction”.
- Etika Bisnis,www.wikipedia.com,19-06-2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar