Define
sebagai Fondasi untuk Ideasi yang Relevan dan Solutif
Oleh:
Muhammad
Latief Al Amin (41523010036)
Fakultas
Ilmu Komputer. Program Studi Teknik Informatika. Universitas Mercu Buana.
Abstrak
Proses
"Define" dalam desain thinking menjadi elemen kritis yang membentuk
fondasi ideasi, berperan dalam menentukan apakah solusi yang dihasilkan relevan
dan solutif. Definisi masalah yang tidak tepat dapat menyebabkan ide-ide yang dikembangkan
tidak efektif atau gagal mencapai sasaran. Artikel ini bertujuan untuk
mengeksplorasi pentingnya fase "Define" dalam desain thinking,
bagaimana proses tersebut harus dilaksanakan dengan baik, serta dampaknya
terhadap tahap ideasi dan kualitas solusi yang dihasilkan. Selain itu, artikel
ini juga mencakup rekomendasi praktis untuk meningkatkan efektivitas fase
"Define", dengan berbagai contoh kasus dan teknik yang dapat
digunakan untuk memastikan perumusan masalah yang akurat.
Kata
Kunci: Define, desain thinking, problem statement, ideasi,
solusi, relevansi, inovasi.
Pendahuluan
Desain
thinking merupakan pendekatan yang berfokus pada manusia untuk memecahkan
masalah kompleks melalui pendekatan kreatif dan iteratif. Pendekatan ini
melibatkan lima tahap utama: Empathize, Define, Ideate, Prototype, dan Test.
Setiap tahap memainkan peran penting dalam mengembangkan solusi inovatif yang
berpusat pada kebutuhan dan keinginan pengguna. Salah satu tahap yang sering
kali dianggap paling kritis adalah fase "Define". Di sini, informasi
yang dikumpulkan selama fase "Empathize" diproses menjadi pemahaman
yang lebih mendalam mengenai masalah inti yang dihadapi oleh pengguna.
Fase
"Define" dapat diibaratkan sebagai fondasi dari rumah yang sedang
dibangun. Jika fondasi ini tidak kuat, seluruh bangunan yang didirikan di
atasnya berisiko runtuh. Begitu juga dalam desain thinking, jika masalah tidak
didefinisikan dengan tepat, maka ide-ide yang muncul di tahap ideasi
kemungkinan besar akan meleset dari sasaran atau bahkan tidak efektif dalam
menyelesaikan masalah sebenarnya. Oleh karena itu, artikel ini akan membahas
secara mendalam bagaimana proses "Define" harus dilaksanakan, tantangan
yang mungkin dihadapi, serta cara-cara untuk mengoptimalkan fase ini demi
mendapatkan hasil ideasi yang relevan dan solutif.
Permasalahan
Salah
satu masalah utama yang dihadapi oleh tim desain adalah sulitnya merumuskan
masalah yang jelas dan mendalam. Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor:
·
Pengumpulan Data yang Tidak Memadai
Pada
tahap "Empathize", tim mungkin mengumpulkan data yang tidak cukup
banyak atau tidak representatif. Jika data yang terkumpul tidak komprehensif,
fase "Define" tidak bisa berjalan dengan baik karena dasar
informasinya tidak solid.
·
Kegagalan dalam Mengidentifikasi
Masalah Inti
Tim
sering kali terjebak dalam masalah-masalah permukaan yang terlihat jelas,
tetapi tidak menyentuh akar masalah. Ketidakmampuan untuk menggali lebih dalam
dapat menyebabkan solusi yang dikembangkan tidak menyelesaikan masalah
sebenarnya.
·
Asumsi yang Tidak Teruji
Dalam
beberapa kasus, tim desain berasumsi tentang kebutuhan pengguna atau masalah
tanpa memvalidasi asumsi tersebut. Hal ini bisa menyebabkan definisi masalah
yang keliru dan berujung pada pengembangan solusi yang tidak relevan.
·
Bias dalam Pengambilan Keputusan
Bias
pribadi, seperti pengalaman atau preferensi tim, dapat mempengaruhi cara
masalah dirumuskan. Bias ini bisa mengaburkan persepsi tentang apa masalah
utama sebenarnya.
·
Keterbatasan Waktu dan Sumber Daya
Dalam
beberapa proyek, tekanan untuk segera menghasilkan solusi dapat mempersingkat
fase "Define". Hal ini dapat menyebabkan tim terburu-buru dalam
merumuskan masalah, sehingga hasil akhirnya kurang mendalam dan relevan.
Pembahasan
1.
Pentingnya Fase Define dalam Desain Thinking
Tahap
"Define" berfungsi sebagai penghubung antara fase
"Empathize" dan "Ideate". Pada fase ini, tim mengumpulkan,
menyusun, dan memproses informasi yang dikumpulkan selama tahap
"Empathize" untuk menciptakan pemahaman yang lebih dalam tentang
masalah yang dihadapi. Ini adalah langkah penting untuk menghindari
pengembangan solusi yang salah sasaran.
Secara
garis besar, fase "Define" bertujuan untuk memperjelas fokus
permasalahan, baik dari perspektif pengguna maupun dari aspek teknis.
Pernyataan masalah yang kuat haruslah ringkas, terukur, dan berfokus pada
pengguna, memberikan tim desain titik awal yang jelas untuk menghasilkan ide
yang relevan dan kreatif.
2.
Teknik dalam Fase Define
Ada
beberapa teknik yang dapat digunakan untuk memperkuat proses
"Define", di antaranya:
·
Problem Statement
Problem statement atau pernyataan masalah adalah cara sederhana namun efektif untuk merumuskan masalah yang harus dipecahkan. Pernyataan ini harus bersifat spesifik dan berfokus pada kebutuhan pengguna. Sebagai contoh: "Pengguna kesulitan menemukan produk yang mereka cari di situs web karena navigasi yang rumit."
·
Point of View (POV)
Teknik
POV membantu tim untuk merumuskan masalah dari sudut pandang pengguna secara
lebih mendalam. Dalam POV, tim berusaha untuk menempatkan diri mereka dalam
posisi pengguna dan memahami apa yang sebenarnya mereka butuhkan. Sebagai
contoh: "Bagaimana kita dapat membantu pengguna dengan kemampuan teknologi
rendah untuk menavigasi situs web dengan mudah?"
·
How Might We (HMW)
How
Might We adalah teknik brainstorming yang mendorong tim untuk merumuskan
tantangan dalam bentuk pertanyaan yang terbuka dan optimis. Contohnya:
"Bagaimana kita dapat menciptakan sistem navigasi yang intuitif dan mudah
dipahami oleh semua kalangan pengguna?"
Setiap
teknik ini berfungsi untuk memastikan bahwa tim tidak hanya merumuskan masalah
dengan baik, tetapi juga siap untuk memulai proses ideasi dengan arahan yang
jelas.
3.
Studi Kasus Implementasi Define
Studi
kasus sering kali menjadi cara terbaik untuk menunjukkan pentingnya fase
"Define". Misalnya, dalam pengembangan aplikasi layanan kesehatan
digital untuk manajemen stress, sebuah perusahaan teknologi gagal memenuhi
harapan pengguna karena masalah yang dirumuskan terlalu umum, yaitu
"Pengguna mengalami stress." Masalah tersebut tidak memberikan detail
tentang penyebab spesifik stress atau faktor-faktor yang mempengaruhi
pengalaman pengguna.
Setelah
mengulang proses "Define" dengan lebih mendalam, tim menemukan bahwa
pengguna mengalami stress karena jadwal kerja yang padat dan kurangnya dukungan
sosial. Dengan definisi masalah yang lebih spesifik, tim kemudian dapat
mengembangkan solusi yang lebih tepat, yaitu aplikasi yang membantu pengguna
mengatur jadwal harian dan menyediakan fitur untuk terhubung dengan komunitas
pendukung.
4.
Hubungan Define dengan Ideasi
Fase
"Define" yang kuat mempermudah proses ideasi. Ketika masalah telah
didefinisikan secara akurat, tim dapat fokus pada pengembangan solusi yang
relevan dan inovatif. Sebaliknya, jika fase "Define" dilakukan dengan
buruk, proses ideasi sering kali berujung pada pengembangan solusi yang tidak
sesuai dengan masalah sebenarnya.
Tim
yang telah melalui proses "Define" dengan benar akan memiliki panduan
yang jelas dalam menjawab tantangan yang dihadapi. Mereka akan mampu
menciptakan ide-ide yang lebih solutif karena fokus mereka tertuju pada akar
masalah.
5.
Kesalahan Umum dalam Fase Define
Meskipun
penting, fase "Define" sering kali menjadi sumber kesalahan dalam
proses desain. Kesalahan-kesalahan ini termasuk:
Mengambil
asumsi tanpa validasi.
Terlalu
cepat menyimpulkan masalah.
Gagal
mempertimbangkan berbagai perspektif pengguna.
Tidak
melibatkan tim lintas disiplin dalam proses perumusan masalah.
Untuk
meminimalkan kesalahan ini, tim harus berkolaborasi secara aktif, menguji
asumsi yang ada, dan melibatkan pengguna dalam setiap langkah perumusan
masalah.
Kesimpulan
Fase
"Define" adalah elemen penting dalam desain thinking yang tidak boleh
diabaikan. Melalui proses ini, tim mampu merumuskan masalah dengan jelas, yang
kemudian akan menjadi dasar bagi pengembangan solusi yang relevan dan inovatif.
Tanpa fase "Define" yang tepat, proses ideasi cenderung menghasilkan
solusi yang tidak solutif atau tidak relevan.
Saran
Beberapa
rekomendasi untuk memastikan fase "Define" berjalan efektif adalah
sebagai berikut:
Libatkan
seluruh tim dalam diskusi perumusan masalah agar mendapatkan berbagai
perspektif yang komprehensif.
Gunakan
teknik problem statement, POV, dan HMW untuk memandu proses perumusan masalah
secara terstruktur.
Selalu
validasi asumsi dan hasil definisi masalah dengan data dan masukan dari
pengguna.
Berikan
waktu yang cukup untuk mengeksplorasi masalah sebelum beralih ke fase ideasi.
Daftar
Pustaka
Brown,
T. (2009). Change by Design: How Design Thinking Creates New Alternatives for
Business and Society. HarperBusiness.
Plattner,
H., Meinel, C., & Leifer, L. (2011). Design Thinking: Understand – Improve
– Apply. Springer.
Cross,
N. (2011). Design Thinking: Understanding How Designers Think and Work. Berg
Publishers.
Martin,
R. (2009). The Design of Business: Why Design Thinking is the Next Competitive
Advantage. Harvard Business Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar