Pengembangan Teknopreneurship dan Sosiopreneurship pada UMKM
Oleh : Ahmad Marsudin (41620110051)
(@T17-Marsudin)
Teknik Industri, Universitas Mercu Buana Jakarta
Pendahuluan
Technopreneurship
adalah proses dalam sebuah
organisasi yang mengutamakan inovasi
dan secara terus
menerus menemukan problem utama organisasi, memecahkan permasalahannya,
dan mengimplementasikan cara-cara pemecahan
masalah dalam rangka meningkatakan daya saing
di pasar global (Mopangga, 2015 dalam Okorie, 2014).
Secara
istilah sociopreneur adalah pelaku wirausaha yang social driven,
bergerak tidak dimotivasi profit, melainkan misi
mengatasi problem sosial yang ada
(Putri, 2017).
Menurut Silvatika (2020) Techno-sociopreneur merupakan gabungan
antara wirausaha teknologi dan wirausaha sosial. Kombinasi model bisnis seperti
ini yang ideal untuk masa new normal. Wirausaha berbasis teknologi digital
seperti UMKM online menjadi semakin menarik karena adanya perubahan pola
konsumsi masyarakat akibat pandemi covid-19. Perubahan pola konsumsi barang dan
jasa dari offline ke online, peningkatan pemanfaatan teknologi digital dan
kenaikan trafik sekitar 15-20%, serta adanya peningkatan pemanfaatan e-learning,
ecommerce, linterasi digital, peningkatan permintaan delivery, peningkatan
kebutuhan alat kesehatan/kebersihan.
Hasil dan Pembahasan
Technopreneur menggabungkan
teknologi dan pasar, akhirnya
bermuara pada bisnis.
Mereka memulai bisnis berbasis
inovasi teknologi, harus
memiliki sejumlah pendukung diantaranya
keinginan kuat untuk mengejar
prestasi, kemampuan konseptual dan kekuatan memecahkan masalah
tinggi, memiliki wawasan dan cara
pikir yang luas,
percaya diri tinggi, toleran,
berani mengambil risiko,
realistis, punya kemampuan interpersonal, dan mengendalikan emosi. Ketika negara menggunakan
pendekatan peningkatan kemampuan teknologi sebagai pendorong
peningkatan produksi nasional
dan dalam banyak negara sebagai strategi competitive
advantage, maka technopreneurship adalah
program yang termasuk didalamnya sebagai bagian integral
dari peningkatan budaya (culture) kewirausahaan (Mopangga, 2015).
Penulis
mencoba menjelaskan bagaimana pengembangan technopreneur yang terjadi saat ini,
beragam cara dan model menumbuhkan unit-unit usaha baru yang kental dengan
nuansa inovasi teknologi di antaranya model waralaba, model kemitraan, model
pendampingan, program inkubator bisnis, serta pola pendidikan kewirausahaan
di perguruan tinggi
dan sekolah kejuruan yang
dikembangkan oleh instansi pemerintah maupun non pemerintah
(Mopangga, 2015).
Model
inkubator berorientasi pada
peningkatan keterampilan.
Model ini
berperan sebagai ajang untuk peningkatan
keterampilan dalam bentuk: a) balai latihan
kerja, b) model
inkubator berorientasi pada jaringan
sistem inovasi, c)
model lembaga inkubator yang
berperan untuk mendorong
lahirnya inovasi para wirausaha,
dan d) inkubator
yang berorientasi pada pasar ekspor (Mopangga, 2015). Masih menurut
Mopangga, (2015) tujuan pendirian
incubator adalah 1) mengembangkan usaha baru
dan usaha kecil yang potensial
menjadi usaha mandiri sehingga mampu sukses menghadapi persaingan lokal maupun internasional, 2)
mengembangkan promosi
kewirausahaan dengan menyertakan
perusahaan-perusahaan swasta yang dapat memberikan kontribusi pada sistem
ekonomi pasar, 3) sarana alih teknologi dan
proses komersialisasi hasil-hasil
penelitian pengembangan bisnis dan teknologi dari para ahli dan perguruan tinggi.
Indonesia
merupakan negara penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia, Atas dasar tersebut tercetuslah ide untuk menggantikan produk
plastik dengan produk ramah lingkungan berupa tote bag ramah lingkungan, yang
mana proses pembuatannya menggunakan alternatif bahan pengganti untuk pembuatan
kantong tas, dalam rangka mendukung program go green. Pemilihan tote bag
sebagai produk inovasi adalah karena pentingnya posisi tote bag dalam mendukung
kegiatan sehari-hari, terutama dalam bidang ritel (perdagangan), dimana tote
bag banyak dipakai sebagai wadah dari belanjaan yang dibeli oleh konsumen.
Mengingat banyaknya tote bag yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari terbuat
dari bahan yang tidak ramah lingkungan, terutama plastik, maka harus ada sebuah
solusi nyata untuk menggantikannya yang dapat memberi manfaat dan ramah
lingkungan tanpa menghilangkan fungsi utamanya. Peluang pasar yang dimiliki
tote bag berbahan kanvas di pasaran sebesar 14%, hal ini sejalan penggunaan
sampah plastik yang mencapai 14% (Yusvita dkk, 2021)
Kegiatan usaha
tote bag ramah lingkungan merupakan kegiatan usaha berbasis sociopreneur yaitu
bisnis yang dilakukan berdasarkan nilai sosial yang melekat dalam kehidupan
sehari-hari, yang mana dalam kegiatan usaha ini mengangkat unsur sosial bertema
lingkungan. Tote bag ramah lingkungan ini dibuat untuk mengurangi penggunaan
kantong plastik dalam kehidupan sehari-hari (Yusvita dkk, 2021). Kegiatan usaha
tote bag ini merupakan salah satu contoh, masih banyak lagi kegiatan usaha
Kesimpulan
Pelaku UMKM semakin
maju dan inovatif dengan menggunakan teknologi, dari segi sosial yaitu
memberikan keuntungan dan kebermanfaatan bagi seluruh lapisan masyarakat.
Daftar
Pustaka
Mopangga, H. (2015). Studi Kasus Pengembangan
Wirausaha Berbasis Teknologi (Technopreneurship) di Provinsi Gorontalo. Trikonomika, 14(1),
13-24.
Putri, L. I. (2017). Reduksi Kemiskinan Melalui
Sosiopreneurship. Islamic Review: Jurnal Riset dan Kajian Keislaman, 6(1),
48-68.
Silvatika, B. A. (2020, July). Technosociopreneur,
New Model UMKM di Era New Normal. In Prosiding Seminar STIAMI (Vol.
7, No. 2, pp. 29-35).
Yusvita, G., Rinjani, I., Suminar, L. A.,
Andira, E. R., Wahyudin, W., & Sari, R. P. Analisis Usaha Tote Bag Ramah
Lingkungan sebagai Solusi Guna Mengurangi Sampah Plastik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar