Oleh: Resa Alif Kurniawan (@U45-Resa)
Abtrak
Pertumbuhan
ekonomi digital semakin hari semakin melejit. Keadaan ini tidak dapat dilepaskan
dari perkembangan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi dengan
menggunakan aplikasi serba canggih, yaitu menggunakan bantuan media internet. Dengan
demikian, menjadi tantangan bagi para wirausahawan mau tidak mau, suka tidak
suka harus mengikuti dan menyelaraskan dengan lopatan-lompatan kemajuan di
bidang digital.
Pendahuluan
Indonesia
memiliki potensi yang cukup besar dari segi digital ekonomi sebab indonesia memiliki
jumlah penduduk yang cukup besar serta didukung pesatnya pertumbuhan teknologi
informasi dan komunikasi yang mana separuh penduduk indonesia menggunakan
internet sebagai media informasi dan komunikasi. Temasek, dan Bain &
Company memperkirakan ekonomi digital Indonesia memiliki total nilai penjualan
(gross merchandise value/GMV) sebesar US$ 70 miliar. Nilai tersebut memiliki
tingkat pertumbuhan majemuk (compound annual growth rate/CAGR) sebesar 49%
dibandingkan tahun sebelumnya. Ekonomi digital Indonesia pun diperkirakan akan meningkat
menjadi sebesar US$ 146 miliar pada 2025. Kendati demikian, CAGR pada empat
tahun mendatang tidak setinggi tahun ini, yaitu hanya 20%. Jika dilihat
sektornya, E-commerce menjadi pendorong utama ekonomi digital Indonesia pada
2021. Nilai GMV-nya mencapai US$ 53 miliar dengan CAGR 52%.
Istilah
ekonomi digital (digital economy) diperkenalkan
oleh Don Tapscott di tahun 1995 lewat bukunya yang berjudul The Digital
Economy: Promise and Peril in the Age of Networked Intelligence. Ekonomi
digital adalah kegiatan ekonomi yang didasarkan pada teknologi digital
internet. Ekonomy Digital disebut juga dengan sebutan Internet Economy, Web
Economy, digital-based economy, new economy knowledge, atau new economy.
Era
digital economy atau era new economy muncul sewaktu organisasi mulai
mengawinkan produktivitas TI dari sumber daya aktiva dengan knowledge dari
sumber daya manusia untuk menjangkau transaksi global lintas batas dalam bentuk
connected economy. Di new economy, organisasi memanfaatkan TI sebagai enabler
dan strategic weapon. Di era ini pertanyaannya tidak lagi what is your business tetapi lebih ke how is your digital business model.
Pembahasan
Wirausaha di Era Digital
Kegiatan wirausaha
sebenarnya sudah ada
semenjak abad 18,
yaitu semenjak ditemukannya
alat mesin bertenaga uap oleh seorang
bernama James Watt. Tujuan utama kegiatan wirausaha pada
saat itu bukan
semata-mata mencari keuntungan,
tetapi lebih ditekankan
pada pertumbuhan dan perluasan
sebuah organisasi. Ada
dua belas karakteristik penting
yang diperkenalkan dalam ekonomi
digital yang harus
dipahami oleh para
wirausahawan. Duabelas karakteristik tersebut
adalah: (1) knowledge; (2) digitazion; (3)virtualization; (4)
molecularization; (5) internetworking; (6) disintermediation; (7) convergence;
(8) innovation; (9) presumption; (10) immediacy; (11) globalization; (12)
discordance.(Tapscott,1998).
1.
Knowledge
Pengetahuan(Knowledge) merupakan
faktor utama yang akan menetukan
sukses tidaknya suatu
bisnis. Pengetahuan merupakan bangunan atribut
yang melekat di
dalam otak manusia.
Oleh karena itu
faktor intelegensi dari sumber
daya manusia merupakan
penentu berhasil tidaknya
dalam membangun suatu
usaha. Agar pengetahuan memiliki manfaat yang tinggi, maka perlu
elaborasi dengan pihak-pihak lain dalam
bentuk kerjasama.
2.
Digitization
Transaksi bisnis dapat dilakukan
dengan digital technology dan digital information. dimana pelanggan-pelanggan sebagai
digital customers menggunakan digital devices untuk melakukan transaksi dengan
perusahaan-perusahaan penjual barang dan jasa sebagai digital enterprises. Dengan
memahami bagaimana transaksi bisnis bekerja di dunia digital maka wirausahawan
dapat menentukan ide atau model bisnis yang cocok untuk digunakan yang mana ide
atau model bisnis tersebut dapat memberikan kemudahan, keamanan, dan kenyaman
dalam bertransaksi.
3.
Virtualization
Di era digital
bisnis atau usaha
dapat dijalankan dengan
menggunakan perangkat sederhana seperti hand
phone atau gatged
dengan mengunduh aplikasi
tertentu. Bisnis melalui dunia
maya dikenal dengan
istilah virtualisasi yang memungkinkan
seseorang untuk memulai
usahanya dengan perangkat
sederrhana yang dapat menjangkau
konsumen maupun calon
konsumen ke seluruh
dunia. Di dunia maya pelanggan cukup
berhadapan dengan situs
internet sebagai perusahaan
(business to consumer). Demikian juga
relasi antar pengusaha
yang mengingikan untuk melakukan kerjasama. Selain itu, Di ekonomi digital juga
dimungkinkan untuk merubah barang fisik menjadi barang virtual sehingga modal
intelektual dapat dikonversikan menjadi modal digital.
4.
Molecularization
Bagi perusahaan, organisasi
dikelola dengan menggunakan
konsep struktur herarkis
atau metrik sangat
rentan dalam menghadapi perubahan
lingkungan bisnis yang
terus terjadi, sehingga
akan memperlambat gerak usaha
yang akan mempersempit,
bahkan bisa menghilangkan
pangsa pasarnya. Bisnis melalui dunia
maya artinya berhadapan head to
head dengan pelaku usaha
di seluruh penjuru dunia. Struktur pasar
maupun industri akan
sangat dipengaruhi perilaku
mereka yang merupakan
manifestasi dari persaingan bebas. Bentuk strategi memenangkan persaingan
dengan tujuan menguasai pasar yang lebih luas, sehingga efisiensi dan
efektifitas mampu untuk dicapai. Di ekonomi digital, heavy organization di
organisasi tradisional berubah menjadi light organization yang fleksibel,
M-form organization (organisasi multidivisional) bergeser menjadi E-form
organization atau ecosystem form organization yang mudah beradaptasi dengan
lingkungan.
5.
Internetworking
Agar bisnis melalui dunia maya
dapat membuahkan hasil sesuai dengan yang diharapkan, maka jalinan kerjasama
dengan pihak-pihak terkait
harus direncanakan dan
dilakukan melalui suatu ikatan
kerjasama yang terstruktur. Dengan menggunakan jaringan
internet maka dapat membantu elaksanaan
proses-proses penunjang, semisal jalinan kerjasama dengan vendor
teknologi, content partners, merchant pemasok dan sebagainya. Hal ini
akan menyebabkan interkoneksi membentuk jaringan ekonomi.
6. Disintermediation
Dalam berbisnis
di era ekonomi
digital mediator (broker)
yang merupakan perantara terjadinya transaksi antara
pemasok dengan pelanggan
semakin tidak diperlukan.
Bisnis dengan menggunakan media
internet sudah tidak
lagi membutuhkan mediator
seperti: wholesaler, retailers,
broadcasters, record companiesdan
sebagainya sehingga hal ini akan meringankan biaya operasional bisnis
dan meningkatkan kenyamanan costumer.
7.
Convergence
Sukses dalam berbisnis di dunia
maya jika pelaku bisnis mampu mengintegrasikan (convergence) tiga hal, yaitu:
computing, communications,dan content.
8.
Innovation
Imaginasi dan kreativitas manusia
merupakan sumber-sumber nilai utama membentuk innovation economy.
9.
Prosumption
Di ekonomi lama aspek kunci adalah mass
production, sedang di ekonomi digital adalah mass customization. Perbedaan
antara produser dan kustomer menjadi kabur, setiap kustomer di information
highway dapat juga menjadi produser.
10. Immediacy
Perbedaan waktu saat memesan barang
dengan saat diproduksi dan dikirim menyusut secara drastis disebabkan kecepatan
proses digital technology
11. Globalization
Bisnis di dunia maya sudah tidak mengenal batas ruang dan waktu. Pengetahuan (knowledge) merupakan sumber daya utama dalam menjalankan usaha, tidak dikenal apa yang dinamakan batas secara geografi, Menurut Peter Drucker "knowledge knows no boundaries". Tidak ada batas untuk transaksi global.
12. Discordance
Akan muncul jurang pemisah antara
yang memahami teknologi dengan yang tidak memahami teknologi. Supaya survive,
semua pemain di ekonomi digital harus technologically literate yaitu mampu
mengikuti technological shifts menuju interaksi dan integrasi dalam bentuk
internetworked economy.
13.
Cocreation
Disamping dua
belas karakteristik tersebut
di atas yang
harus dikuasai pelaku
bisnis satu lagi karakteristik yang
kiranya mampu meningkatkan
daya saing adalah cocreation. Kolaborasi
saja tidaklah cukup untuk
menghadapi tantangan perubahan
yang menghentak, namun
harus diusahakan berlanjut menjadi kokreasi. Produk-produk
dan jasa yang sudah dihasilkan melalui kolaborasi perlu
dimodifikasi dengan melakukan
kokreasi sehingga mampu
memunculkan produk baru terbarukan
baik dari segi
bentuk, warna, kualitas,
hantaran, ketepatan. Sebagai contoh kolaborasi
jasa transportasi dengan
jasa yang lain
memunculkan kokreasi jasa:
gojek, gofood, gosend, gotik,
goclean dan kedepan
barangkali akan terus
bermunculan jasa go
yang lainnya. Perusahaan-perusahaan yang
semula sudah mapan
dan memimpin pasar
bahkan perusahaan monopoli sekalipun
sudah mulai berbenah
untuk melakukan kolaborasi, komunikasi dan
kokreasi agar tetap
eksis menghadapi persaingan
yang terus berubah.
Bisnis yang ingin menang sendiri semakin lama akan semakin tenggelam dalam persaingan jika tidak
mau melakukan kolaborasi,
komunikasi, dan kokreasi.
Simpulan
Ekonomi digital adalah segala bentuk aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Terjadinya fenomena Ekonomi Digital Memicu wirausahawan untuk lebih observatif terhadap lingkungan kewirausahaan serta meningkatkan kemampuan berinovasi dan kreativitas untuk menciptakan atau mengembangkan ide atau model bisnis yang memiliki peluang usaha yang baik. Untuk dapat bersaing di dunia digital maka wirausahawan perlu menguasai dan memahami tiga belas karakteristik dalam berbinis di dunia digital, yaitu: knowledge, digitalization, virtualization, molecularization, internetworking, disintermediation, convergence, innovation, immediacy, globalization, prosumption, discordance dan cocreation.
Referensi
Modul
2 Kewirausahan 1
Jayani. D.H. (2021). Potensi Ekonomi Digital Indonesia US$ 70 Miliar pada 2021. Diakses pada 16 Maret 2022, dari
Wijoyo.
H, Cahyono. Y, Ariyanto. A, & Wongso. F. (2020). Digital Ekonomi dan Pemasaran Era New Normal. Sumatra Barat: Insan
Cendekia Mandiri.
Kasidi.
(2020). Tantangan Kewirausahaan di Era Ekonomi Digital. Journal of Economic Education and Entrepreneurship, 1(1), 17-23.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar