MODEL KEMITRAAN DALAM PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO
Oleh
: Bayoe Aditya Dwi Prasetya (@S09-BAYOE)
PENDAHULUAN
Gerakan kewirausahaan
telah mulai mengambil perhatian
global dan nasional dalam upaya
mengatasi kemiskinan dan pengangguran, sekaligus membangun kesejahteraan. Kewirausahaan sendiri memang menjadi
salah satu faktor
kunci untuk mempercepat pembangunan
ekonomi dan daya saing. Aktor kunci dalam kewirausahaan merupakan para
wirausahawan yang memiliki
kepribadian dan perilaku yang
diyakini menjadi faktor penyebab pencapaian yang berorientasi
pada pertumbuhan (Bridge, O’Neill, &
Cromie, 1998). Ciri dari wirausahawan adalah orang yang memiliki
inisiatif, keterampilan untuk berinovasi dan mencari prestasi.
Pemberdayaan usaha mikro,
kecil dan menengah (UMKM)
sangat penting untuk mendorong pengembangan jiwa
kewirausahaan. Maju mundur dan berkembangnya UMKM adalah
mutlak karena keinginan dan
motivasi dari pelaku usaha
itu sendiri dengan
mengubah pola berfikir usaha dari
sekedarmenutupi kebutuhan
berubah menjadi seorang wirausaha. Saat
ini upaya pengembangan UMKM diterjemahkan
dalam kebijakan pemerintah
melalui 3 (tiga) program prioritas Kementerian
Koperasi dan UMKM yaitu
program pengembangan koperasi dan UKM, akses pembiayaan bagi koperasi dan UMKM,
dan pemberdayaan UMKM melalui gerakan kewirausahaan nasional.
PEMBAHASAN
A. Membangun Relasi dan Kepercayaan
Suatu fase
yang sangat penting dimana kelompok
mahasiswa membangun hubungan dengan
mitra usaha atau
dalam proses ini dikategorikan masuk dalam fase engagement.
Engagementadalah masa dimana kelompok mahasiswa menyesuaikan diri
dengan masalah dan mulai
untuk membangun komunikasi
dan hubungan dengan individu (klien) yang juga berupaya mencari
masalah (Kirst-Ashman & Hull, 2009). Pada masa ini juga kelompok
mahasiswa membangun rasa saling percaya dengan
mitra usaha. Beberapa
kelompok mahasiswa yang gagal membangun fase ini dengan baik,
kemudian berdampak pada proses
pemberdayaan secara keseluruhan. Karena pada
proses ini pula
kelompok mahasiswa memiliki kesempatan
untuk membangun konsensus awal
mengenai program
pengembangan usaha seperti
apa yang akan mereka
lakukan selama pendampingan. ase
engagement dilakukan selama proses pemberdayaan termasuk ketika melakukan asesmen
kebutuhan dan mengembangkan
rencana aksi. Asesmen yang
dilakukan meliputi identifikasi masalah, kebutuhan
dan potensi yang dimiliki mitra ataupun lingkungansecara
bersama-sama oleh kelompok mahasiswa dan
mitra usaha. Berdasarkan
hasil identifikasi tersebut, menjadi
dasar penetapan suatu tujuan dan rencana aksi yang disepakati
antara kelompok mahasiswa dan
mitra usaha. Memutuskan tujuan dan rencana aksi bersama sangat penting untuk
membantu mitra usaha memahami apa
yang benar-benar memotivasi mereka
dan menjadi cara yang
berguna untuk mengetahui bagaimana mereka
dapat menggunakan sumber daya
internal mereka.
B. Pola Kemitraan
Pola kemitraan secara umum dapat
diartikan sebagai bentuk kerja sama yang saling menguntungkan antara dua pihak
atau lebih untuk mencapai tujuan bersama. Kemitraan adalah kesepakatan antar
sektor dimana individu, kelompok atau organisasi sepakat bekerja sama untuk
memenuhi sebuah kewajiban atau melaksanakan kegiatan tertentu, bersama-sama
menanggung resiko maupun keuntungan dan secara berkala meninjau kembali
hubungan kerja sama (Lembasi, 2010).
Indonesia terdapat beberapa jenis pola
kemitraan yang telah dikembangkan pada berbagai bidang usaha. Didalam kemitraan
ini proses hubungan keterkaitan pembinaan usaha didalam pola kemitraan
dilaksanakan dengan berbagai pola:
1. Intiplasma,
hubungan kemitraan usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar, yang
didalamnya usaha menengah atau usaha besar bertindak sebagai inti dan usaha
kecil selaku plasma, perusahaan ini melaksanakan pembinaan mulai dari
penyediaaan sarana, produksi, bimbingan teknis, sampai dengan pemasaran hasil
produksi.
2. Pola
sub kontrak, hubungan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar
yang didalamnya usaha kecil memproduksi komponen yang diperlukan oleh usaha
menengah atau usaha besar sebagai bagian dari produksinya.
3. Pola
waralaba, hubungan kemitraan yang didalamnya pemberi waralaba memberikan hak
pengguna lisensi, mark dagang, dan saluran distribusi perusahaan kepada
penerima waralaba dengan disertai bantuan bimbingan manajemen.
4. Pola
pembinaan, pola dikembangkan untuk memberikan kesempatan kepada pengusaha kecil
yang memiliki potensi tapi lemah dalam modal dan pemasaran, hal ini terutama
bagi hasil produksi yang berpeluang untuk dipasarkan secara luas ( Pasal 26
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh pembinaan kemitraan usaha terhadap produktivitas perusahaan industri
kecil.
C. Model Pemberdayaan
Perusahaan yang
menjadi mitra tergolong kedalam usaha mikro hingga masuk
dalam kategori self employed menurut klasifikasi EU (European
Union) dikarenakan beberapa hanya
mengandalkan tenaga sendiri dan
belum sampai pada
tahap manajerial (Bridge et al.,
1998). Sedangkan beberapamitra
sudah berada pada
level manajerial ditandai dengan
adanya proses produksi yang
didelegasikan kepada orang lain
baik sebagai karyawan
ataupun outsource produksi pemilihan
mitra usaha dilakukan melalui proses seleksi yang
dilakukan oleh tim pengelola sesuai dengan standar kondisi motivasi dan profil bisnis
mitra yang sudah ditetapkan. Mitra usaha
yang sudah terpilih
kemudian dilelang untuk bisa dipilih oleh kelompok mahasiswa untuk
mencocokkan modal wirausaha yang
dimiliki masing-masing pihak.
Terdapat penelitian yang menarik mengenai
pola rekrutan dalam
sebuah program training menunjukkan
bahwa proses seleksi memiliki
pengaruh pada sejauh mana
program tersebut
menghasilkan peningkatan kinerja pertumbuhan dibandingkan dengan
non-intervensi. Kemitraan yang
dimaksud adalah manfaat dua arah
yang dihasilkan selama proses
pendampingan usaha. Kelompok mahasiswa memfasilitasi pengembangan
usaha melalui pendampingan
intensif disertai dengan banyaknya
proses penyaluran pengetahuan dan peningkatan keterampilan mitra
usaha. Sedangkan mitra usaha
memberikan kesempatan kepada kelompok
mahasiswa untuk
mengeksplorasi segala tantangan
terkait keterbatasan ataupun potensi dalam upaya pengembangan usaha di
pedesaan.
D. Motivasi Pencapaian
Adanya motivasi yang mendorong
mitra usaha untuk bergerak, akan membantu kelompok mahasiswa dalam proses pendampingan
atau penyaluran pengetahuan dan keterampilan. Motivasi sebagai ‘bahan bakar’
mitra usaha untuk bergerak
dan fokus dalam mengembangkan usaha. Adanya motivasi
yang baik dari
mitra usaha, akan memudahkan kelompok
mahasiswa untuk
memfasilitasi mereka dalam
memahami kondisi usaha, mengembangkan ide dan mengimplementasikannya. Motivasi
menjadi aspek yang sangat mendasar bagi mitra usaha untuk bisa terlibat aktif
dalam proses pemberdayaan. Beberapa
mitra usaha yang terkendala dengan motivasi, akan selalu
menjadi prioritas utama penyelesaian masalah
bagi kelompok mahasiswa sehingga
mengorbankan aspek-aspek pemberdayaan kewirausahaan yang lain faktor-faktor
internal terkait model motivasi pencapaian seperti nilai-nilai dan
motif yang dimiliki
dan mengarah pada pemanfaatan
peluang, pemanfaatan kondisi perdagangan
yang menguntungkan atau untuk
membentuk takdir mereka sendiri. Salah satu kelompok
mahasiswa mendorong motivasi mitra
usaha dengan
mengidentifikasi kebutuhan normatif yaitu kebutuhan
yang walaupun mitra usaha
belum sadari, namun
kelompok mahasiswa melihat bahwa
kondisi tersebut memerlukan perbaikan ke depan.
Kesimpulan
Model live-in yang
diinisiasi memberikan kesempatan kepada kelompok mahasiswa untuk memberikan pendampingan yang
intensif terhadap pengembangan
usaha milik mitra.
Metode yang digunakan adalah
praktik bersama yang melibatkan berbagai
strategi pemberdayaan seperti membangun
relasi, pendekatan direktif dan
non-direktif, perspektif
kekuatan, motivasi pencapaian dan experiential
learning. Temuan unik yang muncul
dalam penelitian ini
adalah pentingnya strategi pemberdayaan tersebut untuk mendorong partisipasi atau keterlibatan mitra
usaha dalam praktik bersama yang
dipadukan dalam konten materi kewirausahaan yang bertujuan
untuk bisa mengelola bisnisnya
secara berkelanjutan,
mandiri dan kompetitif. Strategi yang
digunakan akan bergantung pada konteks
masing-masing bisnis mitra, sehingga kegagalan
kelompok mahasiswa dalam memahami
aspek pemberdayaan atau keunikan dari mitra usaha dapat berdampak pada pembuatan
dan pengimplementasian
program kerja yang
tidak sesuai dengan kebutuan ataupun kapasitas mitra usaha.
Budiono, Bambang
Sunaryo, 2002. “Dinamika Strategi Pelayanan Outlet dan Kinerja penjualan”, Journal
Sains Pemasaran Indonesia, Vol. 1, No. 1, Mei , hlm. 41-56.
Lembasi.2010.
Efektivitas Kemitraan Usaha dan Hubungannya Dengan Peningkatan Produktivitas
Perusahaan Industri Kecil, Makalah, Jurusan Ilmu Ekonomi, UNILA.Lampung.
Haeruman,
Herman. 2001. Kemitraan dalam Pengembangan Ekonomi lokal: Bunga Rampai.
Jakarta: Yayasan Mitra Pembangunan Desa-Kota
Tidak ada komentar:
Posting Komentar