Abstrak
Perubahan telah
memunculkan aturan baru dan setiap organisasi dituntut untuk melakukan
perubahan dengan cepat, tepat serta fleksibel, karena jika tidak demikian maka
organisasi akan sulit untuk bersaingan secara global di masa yang akan datang.
Implikasi dari perubahan lingkungan global menuntut organisasi untuk merubah
strategi organisasi yang semula local oriented menjadi global oriented, untuk
itu organisasi kedepannya harus selalu bersahabat dengan perubahan agar kedepan
organisasi dapat menjadi pemimpin perubahan dimasa yang akan datang. Dibutuhkan
pemimpin yang berjiwa entrepreneur untuk menghadapi tantangan perubahan global
tersebut sehingga organisasi dapat beradaptasi serta tetap eksis dikancah
persaingan global.
Keywords : Kepemimpinan, Global, Wirausaha.
1. Pendahuluan
Tahun
2018 merupakan tantangan berat yang harus dihadapi Indonesia dalam menghadapi
era persaingan global. Era persaingan global yang tanpa batas yang ditandai
dengan cepatnya perubahan dalam lingkungan bisnis, kemajuan teknologi
komunikasi dan informasi, serta teknologi lainnya menjadi kenyataan yang harus
disikapi dengan bijak dan cermat agar organisasi dapat tetap eksis dalam kancah
persaingan global. Dalam kondisi di atas, maka diperlukan kehadiran seorang
leader yang memiliki visi jauh ke depan, kepemimpinan yang memiliki sense of
change yang tinggi, pemimpin yang sadar akan posisinya di tengahtengah
lingkungan yang terus berubah, pemimpin yang memiliki jiwa dan semangat
entrepreneurship. Pemimpin yang dapat berkomunikasi, mempunyai semangat dan
berani mengambil risiko (McKinney Rogers Consultant, 2007). Pemimpin yang tidak
hanya menjadi agen perubahan tetapi sekaligus memimpin perubahan itu sendiri.
Kepemimpinan
strategis yang memiliki sense of business dan sense of change yang tinggi,
mampu bertindak proaktif, kreatif dan inovatif. Sebagai seorang agen perubahan
pada dasarnya harus memiliki tiga karakter utama, yaitu: (1) kreatif dan
inovatif; (2) mampu bersikap sebagai intrapreneurship dan entrepreneurship bagi
organisasinya, dan (3) memiliki kapasitas dan networking yang memadai. Ketiga
karakter ini secara bersama-sama akan menjadi dasar seorang pemimpin mengambil
sikap untuk proactive to change (Edi Prasetyo Nugroho dan Rina Elisaprapti,
2002). Kepemimpinan yang mampu menciptakan kondisi yang dapat menumbuhkan
motivasi seluruh elemen organisasi untuk terus belajar dan berkembang (Purhantara,
2010). Tantangan global mulai terasa berat di saat ekspor Indonesia pada bulan
Juli 2014 mengalami penurunan sebesar hingga 6,03 persen di bandingkan Juli
2013, atau sebesar US$ 15,41 miliar (Suryamin, 2014). Belum lagi akan
diberlakukannya era pasar bebas yaitu Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dan AFTA
yang menjadi tantangan sekaligus peluang yang ada didepan mata. Dalam
menghadapi realita ini, dibutuhkan pemimpin yang dapat menjawab tantangan dan
peluang tersebut. Bukan pemimpin yang merasa nyaman dengan keadaan sekarang
atau comfort zone dan tidak mau berpindah dari keadaan ini. Bukan pemimpin yang
hanya wait and see atau melakukan transformasi konvensional namun pemimpin yang
bisa melihat celah dan kesempatan serta dapat mengadaptasi perubahan secara
radikal, membongkar comfort zone di dalam maupun di luar. Pemimpin seperti ini
biasa disebut crackers (Suyatno, 2014). Pemimpin tersebut juga harus merubah
paradigma berfikir menghadapi perubahan lingkungan bisnis yang sangat cepat,
dari budaya birokrasi menjadi corporate culture, membenahi tata kelola
organisasi yang transparan dan bebas korupsi. Serta mendayagunakan dan
menyelaraskan seluruh organ dari seluruh organisasi dengan strategi utama
sehingga organisasi memiliki daya saing serta menerapkan budaya pembelajaran.
Untuk
itu, perlu dikembangkan sistem pembentukan karakter bagi sumber daya manusia di
Indonesia yang memiliki sifat entrepreneurial leadership sehingga mampu
menjawab tantangan seperti terungkap pada paragraf sebelumnya. Pertanyaan
selanjutnya adalah apakah kemampuan entrepreneurship pada seseorang dapat
dikembangkan atau bawaan dari lahir? Menurut hasil survey yang dilakukan oleh
McKinney Rogers Consultant bahwa 51 persen persepsi pengusaha adalah
kewirausahaan dapat dikembangkan dan mayoritas responden sebesar 69 persen
melihat pentingnya kewirausahaan dalam organisasi (McKinney Rogers Consultant,
2007)
2. Pengertian
Kepemimpinan
Menurut
Rost (Rost, 1993), kepemimpinan adalah hubungan pengaruh antara pemimpin dan
pengikut yang berniat perubahan yang nyata yang mencerminkan tujuan bersama
mereka. Sedangkan menurut Robbins dan Judge (Robbins dan Judge, 2013),
kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah
pencapaian visi atau serangkaian tujuan. Masih menurut Robbins dan Judge
Organisasi membutuhkan kepemimpinan yang kuat dan manajemen yang kuat untuk
efektivitas optimal. Saat ini organisasi perlu pemimpin untuk menantang status
quo, menciptakan visi masa depan, dan mengilhami anggota organisasi agar mau
mencapai visi. Organisasi juga membutuhkan manajer untuk merumuskan rencana
rinci, menciptakan struktur organisasi yang efisien, dan mengawasi operasi
seharihari. Menurut Armstrong (Armstrong, 2009), kepemimpinan adalah Kapasitas
untuk menginspirasi individu untuk memberikan kemampuan terbaik mereka untuk
mencapai hasil yang diinginkan dan untuk menjaga hubungan yang efektif dengan
individu dan tim secara keseluruhan. Menurut Wilkins dan Carolin (Wilkins dan
Carolin, 2013) mengutip pernyataan Eisenhower kepemimpinan adalah seni mendapatkan
orang lain untuk melakukan sesuatu yang ingin Anda lakukan karena dia ingin
melakukannya.
Kepemimpinan
menurut Bass adalah interaksi antara dua atau lebih anggota kelompok yang
sering terlibat untuk penyusunan penataan kembali situasi dari persepsi dan
harapan para anggota. kepemimpinan telah dipahami sebagai fokus proses
kelompok, sebagai atribut kepribadian, sebagai seni merangsang kepatuhan,
sebagai latihan pengaruh, sebagai jenis tertentu kegiatan, sebagai bentuk
persuasi, sebagai relasi kekuasaan, sebagai instrumen dalam pencapaian tujuan,
sebagai akibat dari interaksi, sebagai peran yang berbeda, dan sebagai inisiasi
struktur. Sedangkan menurut Drucker seperti yang dikutip oleh Hesselbein dan
Goldsmith (Hesselbein dan Goldsmith, 2006), kepemimpinan berkaitan dengan
menciptakan organisasi yang memiliki semangat kinerja yang tinggi. Untuk
mencapai semangat kinerja, pemimpin harus;
a)
dengan bukti integritas tinggi dalam
perilaku moral dan etika mereka.
b)
fokus pada hasil.
c)
membangun sendiri kekuatan-satu dan
lainnya.
d)
memimpin dengan di luar batasan untuk
memenuhi setidaknya persyaratan minimum dari semua pemangku kepentingan,
termasuk pelanggan, pemegang saham, dan masyarakat, serta melayani kepentingan
umum.
Menurut Lussier dan Achua
(Lussier dan Achua, 2010), Kepemimpinan adalah proses yang berpengaruh dari
pemimpin dan pengikut untuk mencapai tujuan organisasi melalui perubahan.
3. Kepemimpinan Wirausaha
(Entrepreneurial Leadership)
Menurut
Greenberg et al. (Greenberg et al, 2011) kepemimpinan wirausaha melibatkan
model baru pemikiran dan tindakan, yang dimulai dengan pandangan dunia yang
berbeda secara fundamental dari bisnis dan menerapkan pengambilan keputusan
yang tidak logis. Sedangkan menurut Afiff (Afiff, 2012), Perusahaan berbasis
kewirausahaan memiliki kelebihan dimana kinerja kepemimpinan memiliki ruang
gerak yang lebih leluasa. Berbeda dengan perspektif organisasi secara umum
dimana aspek kepemimpinan lebih dibatasi oleh pengaturan organisasi, maka
beberapa aspek perusahaan berbasis kewirausahaan lebih memungkinkan
memfasilitasi kemampuan pemimpin untuk mempengaruhi perubahan dan kinerja.
Ternyata ukuran perusahaan merupakan faktor penting dalam melaksanakan
kebijakan manajerial.
4. Pengembangan
Kepemimpinan (Entrepreneurial Leadership)
Pengembangan
SDM berjiwa Kepemimpinan Wirausaha di Indonesia dapat ditempuh dengan 2
pendekatan yaitu pendekatan Makro dan Mikro. Pada tahap makro ini merupakan
ranah pemerintah dalam mengembangkan SDM secara global melalui perencanaan
program pendidikan dan pelatihan dalam skala nasional. Pada tahap mikro ini
merupakan ranah organisasi seperti perusahaan dimana setiap perusahaan
melakukan pendidikan dan pelatihan Leadership dan Entrepreneurship kepada
karyawan sehingga perusahaan nantinya akan dapat mencetak karyawan dengan jiwa
Kepemimpinan Wirausaha yang berguna bagi perusahaan kelak dikemudian hari, sekaligus
menjawab tantangan bagi perusahaan untuk bersaing secara global. Dalam
pengembangan SDM berjiwa kepemimpinan wirausaha dapat di lihat dari 3 prinsip
kepemimpinan wirausaha (Greenberg et al., 2011) yaitu :
a. Cognitive
Ambidexterity Kepemimpinan wirausaha melibatkan kedua logika prediksi dan
logika kreasi dalam pendekatan pengambilan keputusan mereka.
b. SEER (Social,
Environmental, and Economic Responsibility and Sustainability) Tanggung jawab
dan berkesinambungan, Kepemimpinan wirausaha harus tahu bagaimana untuk
mengarahkan penciptaan nilai sosial, lingkungan, dan ekonomi dan ketegangan
yang melekat dan potensi sinergi di dalamnya. Selain itu mereka harus belajar
untuk terlibat penciptaan nilai sosial, lingkungan, dan ekonomi secara simultan
daripada secara berurutan. Diluar SEER, kepemimpinan wirausaha juga
memanfaatkan pemahaman mereka tentang diri mereka sendiri dalam konteks sosial
untuk memandu tindakan yang efektif.
c. SSA (Self and Social
Awareness) Melalui pemahaman otentik dan mendalam dari kesadaran akan tujuan
dan identitas mereka sendiri dan bagaimana mereka dipengaruhi oleh konteks
sekitar mereka, para pemimpin wirausaha membuat keputusan yang lebih efektif
dalam keadaan tidak pasti dan tidak dapat diketahui. Setelah mengetahui 3 prinsip
kepemimpinan wirausaha maka selanjutnya adalah bagaimana langkah pengembangan
SDM ke arah 3 prinsip kepemimpinan wirausaha tersebut? Berikut ini langkah
pengembangan SDM berjiwa kepemimpinan wirausaha mengacu kepada ke-3 prinsip di
atas, antara lain :
a. Sebuah Cara Baru dalam
Berpikir dan Bertindak: Mengembangkan Cognitive Ambidexterity.
Bagaimana
mengembangkan pola pikir ini dalam kepemimpinan wirausaha? Prinsip di balik
ambidexterity kognitif adalah bahwa para pemimpin wirausaha harus bergantung
pada pendekatan analistis yang bervariasi dengan melengkapi pikiran dan
tindakan menciptakan dan menerapkan solusi secara sosial, lingkungan, dan
ekonomi berkelanjutan. Selanjutnya yang harus dikembangkan adalah cara berfikir
kepemimpinan wirausaha tentang bagaimana dan kapan dibutuhkan menggunakan
pendekatan analistis. Logika prediksi, penggunaan pendekatan analitis
tradisional, merupakan perpanjangan dari metode ilmiah untuk berpikir,
mengevaluasi, dan kemudian bertindak untuk merubah sebuah organisasi ke arah
tujuan yang telah ditetapkan. Kemudian dasar pemikiran yang mendasari prediksi
logika adalah bahwa seseorang dapat melindungi atau mengontrol masa depan
melalui analisis rinci.
Bagaimana
cara mempraktekkan data mining, riset pasar, dan alat statistik tradisional
untuk mengidentifikasi dan mengembangkan peluang. Pendekatan prediksi yang
paling berlaku untuk situasi ini di mana tujuan yang telah ditentukan, masalah
yang jelas, penyebab dan efek dipahami, dan data yang dapat diandalkan dan
tersedia. Pendekatan prediksi mengasumsikan bahwa masa depan yang pasti dapat
diprediksi dan bahwa keputusan dapat dibuat berdasarkan prediksi tersebut.
Namun pemimpin wirausaha juga menemukan bahwa diri mereka dalam situasi di mana
hal-hal baru atau kompleksitas membatasi kemampuan prediktif mereka. Dalam
keadaan fundamental baru atau kompleks di mana hubungan sebab-akibat
tradisional tidak diketahui, tidak selalu bisa untuk mengumpulkan data yang
sesuai atau menggunakan trend historis untuk terlibat prediksi pendekatan analitis.
Dalam situasi yang tidak jelas ini, pemimpin wirausaha harus belajar untuk
menerapkan logika yang berbeda yang didasarkan dengan tindakan, penemuan, dan
penciptaan. Pendekatan ini disebut logika kreasi (creation logic). Dari
pengembangan pendekatan ini diharapkan semua pemimpin wirausaha perlu
menggunakan kedua logika kreasi dan prediksi dan menjadi terampil dalam siklus
antara keduanya karena mereka memperkenalkan ideide dan inisiatif baru. Secara
bergantian menggunakan pendekatan antara kreasi dan prediksi memungkinkan
individu dan organisasi untuk secara efektif berinovasi dalam mengelola
perubahan.
b. Sebuah Pandangan dunia
Baru : Sosial, Lingkungan, dan Tanggung Jawab Ekonomi dan Kebersinambungan.
Salah
satu prinsip yang membuat pemimpin wirausaha yang unik adalah bahwa cara baru
pengambilan keputusan didasarkan pada pandangan dunia yang berbeda secara
fundamental. Selanjutnya adalah bagaimana mengembangkan pemimpin wirausaha yang
memiliki pandangan dunia yang unik, dengan fokus khusus pada konsep tanggung
jawab sosial, lingkungan, dan ekonomi secara keberlanjutan dan cara-cara
inovatif untuk membantu para pemimpin wirausaha memahami pentingnya pandangan
unik dari bisnis dan masyarakat.
Muncul
realitas global, sosial, lingkungan, dan ekonomi mengharuskan kita untuk
mengajarkan para pemimpin untuk mempertimbangkan isu-isu di luar maksimalisasi
penciptaan laba dan nilai pemegang saham. Pemimpin wirausaha perlu
mengembangkan pemahaman yang lebih kompleks hubungan antara penciptaan nilai
sosial, lingkungan, dan ekonomi. Paradigma bisnis tradisional yang memfokuskan
secara eksklusif pada penciptaan nilai ekonomi, atau yang menggambarkan
penciptaan nilai sosial dan lingkungan sebagai bagian sekunder untuk penciptaan
nilai ekonomi, hal ini tidak berlaku lagi. Individu dan organisasi semakin
sering bertanggung jawab atas hasil-hasil sosial, lingkungan, dan ekonomi dari
tindakan mereka. Pemimpin wirausaha harus beroperasi dari pandangan dunia yang
berbeda dari bisnis di mana mereka memahami ketegangan yang melekat dan potensi
sinergi yang ada antara penciptaan nilai sosial, lingkungan, dan ekonomi. Untuk
melakukan hal ini mereka juga harus belajar bagaimana menilai kepentingan, hak,
dan kekuasaan dari kelompok yang sangat beragam dari pemangku kepentingan. Pemimpin
wirausaha perlu belajar bagaimana mengembangkan, melaksanakan, dan mengukur
dampak dari solusi yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.
c. Kesadaran Diri dan
Sosial memberikan Panduan untuk Tindakan
Bagaimana
mengembangkan kesadaran diri pemimpin wirausaha dan kesadaran sosial serta
mengajar mereka untuk memimpin dari semangat diri mereka. Prinsip ketiga
kepemimpinan kewirausahaan ini melibatkan pengembangan pemahaman kritis dari
diri mereka sendiri dan konteks sosial dari peluang bisnis. Pemahaman ini
memberikan dasar untuk melakukan cara baru untuk mengetahui berdasarkan
pandangan yang lebih luas dari bisnis. Dengan memulai dengan pemahaman kritis
dari perspektif mereka sendiri dan dunia di sekitar mereka, para pemimpin
wirausaha lebih siap untuk menerapkan perspektif beragam seperti mereka
menanggapi situasi yang tidak pasti dan tidak diketahui. Mereka juga lebih siap
untuk secara efektif menciptakan program tindakan yang sedang berlangsung dan
untuk menegosiasikan hasil yang tidak pasti dan tidak jelas yang dapat timbul
dari pengambilan keputusan mereka.
Akhirnya,
pemimpin wirausaha yang telah mengembangkan pemahaman ini akan kaya perspektif
dapat melibatkan pemahaman yang lebih canggih dari satu dunia yang memungkinkan
mereka untuk melihat implikasi tindakan sosial, lingkungan, dan ekonomi. Untuk
mengembangkan hal ini, pemimpin wirausaha harus mampu menggali
pertanyaan-pertanyaan kritis: Siapa saya? Apa konteks di mana saya berada? apa
yang saya ketahui, dan siapa yang dapat memberikan saya akses? Memahami
pertanyaan-pertanyaan ini memungkinkan pemimpin wirausaha untuk membuat pilihan
yang bertanggung jawab karena mereka memilih jalan tindakan dalam kedua situasi
yang tidak bisa diketahui dan tidak pasti.
5. Pemimpin Yang
Berkualitas “Entrepeneurship Leadership”
Dari
hasil pengembangan kepemimpinan wirausaha di atas dan menyikapi adanya tuntutan
dan tantangan yang berkembang dalam era globalisasi ini, maka diharapkan
tercipta generasi pemimpin yang berkualitas ‘entrepreneurial leadership’ antara
lain (Purhantara. 2010) :
a)
Kepemimpinan (leadership) yang dinamis dan
efektif. Kepemimpinan ini bisa diartikan sebagai suatu upaya menanamkan
pengaruh bukan paksaan untuk memotivasi dan menggerakkan (pihak lain seperti) :
karyawan, bawahan, dan masyarakat sehingga mereka bekerja sesuai dengan
kehendak pimpinan yaitu pencapaian tujuan (strategis) organisasi. Dalam
menjalankan fungsi pimpinan ini (untuk menggerakkan para anggota organisasi)
diperlukan ketrampilan atau pengetahuan tentang komunikasi serta faktor-faktor
yang mendorong seseorang untuk bekerja (motivasi).
b)
Mempunyai profesionalisasi kepemimpinan
yaitu mau dan mampu membawa teamwork untuk selalu kreatif, inovatif, dan
mencari berbagai alternatif peluang dengan keberanian mengambil risiko.
c)
Memiliki keahlian (expertise) dan
kompetensi dalam satu atau beberapa bidang dan menjadi seorang pemikir yang
intuitif (pencari peluang) bukan pemikir sistemik (pengatur kerja).
d)
Mempunyai jiwa dan semangat kewirausahaan
yang tinggi untuk mampu melihat, mengindentifikasi, mendayagunakan, dan
menciptakan peluang mempunyai nilai lebih.
e)
Mempunyai kemampuan manajerial untuk dapat
merubah dan menggerakkan organisasi, (bukan bertahan pada status quo dengan
sistem dan kondisi yang ada), sesuai dengan pilihan strategi perencanaan
organisasi (Frinces, 2009).
f. Secara terus menerus
melakukan perubahan dalam usaha menciptakan keunggulan mutlak walaupun
kondisinya sudah di depan. Keenam jenis kualitas seorang pemimpin dalam era
global memberikan kesan kepada kita bahwa yang dibutuhkan dari sosok seorang
pemimpin adalah mereka yang sangat (Frinces, 2004) :
1) Dinamis - kerja keras
2) Visioner - berpandangan perspektif
3)
Berpengaruh - membawa tim untuk kerja
keras
4)
Kompetensi (keahlian) - kemampuan
menyelesaikan tugas.
5)
Inovatif - entrepreneur, melakukan
perubahan
6)
Profesional - mampu mencapai tujuan
strategis.
6. Dampak Positif Dari
Entrepreneurial Leadership
Dampak
positif dari prinsip-prinsip kepemimpinan kewirausahaan menurut Roebuck seperti
yang dikutip oleh Zwilling (Zwilling, 2014) yang dimuat oleh Majalah Forbes
adalah :
a)
Fokus total terhadap pelayanan kepada
pelanggan. Setiap anggota tim diaktifkan dekat ke garis depan pelanggan,
sehingga mereka melihat bagaimana setiap fungsi berjalan atau tidak dalam
memberikan nilai tambah layanan yang mereka berikan kepada pelanggan.
Orang-orang pada organisasi yang lebih besar malah menjauh dari hari ke hari
melakukan kontak dengan konsumen, dan akhirnya fokus perusahaan menjadi
internal dan terisolasi.
b)
Mengoptimalkan risiko, tidak
meminimalkannya. Resiko yang diperhitungkan harus diambil untuk memungkinkan
perubahan, untuk memperbaiki, dan memenuhi kebutuhan pelanggan baru.
Meminimalkan risiko pada akhirnya akan menyebabkan setiap perusahaan menjadi
gagal. Kesalahan akan terjadi, sehingga tujuan tidak harus untuk menghilangkan
semua kesalahan, tetapi untuk menangkap mereka sebelum mereka menciptakan
bencana, dan menjadi berulang.
c)
Terus-menerus menjadi kreatif dan inovatif
untuk mendapatkan yang lebih baik. Organisasi matang lupa bahwa perubahan
adalah kesempatan, bukan ancaman. Namun tidak ada yang masih menyadari.
Perubahan memungkinkan setiap orang untuk mendorong batas-batas dalam
menanggapi, untuk meningkatkan peluang mereka untuk pertumbuhan diri,
meningkatkan posisi kompetitif perusahaan dan peluang untuk sukses jangka
panjang.
d)
Mengambil tanggung jawab pribadi untuk
hasil organisasi. Sikap yang menjangkiti di dalam perusahaanperusahaan besar adalah
bahwa individu karyawan tidak memiliki bertanggung jawab hasil di luar tujuan
mereka sendiri. Hal ini menyebabkan seluruh perusahaan inefisiensi, komunikasi
yang buruk, dan tidak selaras, dan juga cenderung mengurangi efektivitas setiap
pemimpin individu.
e)
Memahami gambaran yang lebih luas. Untuk
mendapatkan kinerja individu dan tim ke level tertinggi, setiap orang harus
berkomitmen untuk visi, nilai-nilai, dan strategi organisasi, seperti halnya
tujuan pribadi mereka. Sikap tidak bertanggung jawab di luar tujuan individu
hampir selalu merugikan perusahaan.
f)
Menjaga hal-hal sederhana. Seiring waktu,
orang-orang dalam organisasi besar cenderung membuat hal-hal yang lebih rumit
dari yang mereka butuhkan untuk memulai. mungkin Ini untuk mengesankan orang
lain dengan keahlian mereka, atau keinginan mereka untuk meminimalkan risiko.
Pemimpin wirausaha tahu bahwa kompleksitas sebenarnya dapat meningkatkan
risiko, serta kesalahan, dan akhirnya mengurangi kepuasan pelanggan.
g)
Memberikan inspirasi kepada Orang sekitar
Anda dengan visi yang jelas dan sasaran. Orang-orang membutuhkan visi berbasis
pelanggan dan beberapa bentuk tujuan akhir untuk memberikan makna mengapa
mereka melakukan hal-hal tersebut, dan melibatkan mereka di luar pandangan
internal mereka. Mereka juga perlu selangkah-demi-langkah membuat target untuk
membantu mereka memvisualisasikan perjalanan ke tujuan itu, dan melihat
bagaimana untuk mencapainya.
7. Hasil Penelitian
Tentang Entrepreneurial Leadership Para praktisi maupun akademisi melakukan
berbagai penelitian tentang Entrepreneurship Leadership. Adapun hasil dari
penelitian tersebut antara lain :
a)
Chheda dan Banga (Chheda dan Banga, 2013) melakukan studi dampak kepemimpinan
kewirausahaan terhadap kinerja Usaha Kecil dan Menengah di India. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa Continuous Improvement, Innovativeness,
proaktif dan Alokasi Sumber Daya adalah empat komponen penting kepemimpinan
kewirausahaan yang memiliki dampak positif terhadap kinerja perusahaan. Hasil
ini memiliki implikasi yang berharga bagi para pemimpin kewirausahaan,
pengusaha masa depan dan akademisi.
b)
Wijaya dan Harjanti (Wijaya dan Harjanti,
2013) melakukan studi Enterpreneurial Leadership dan Hubungannya dengan Kinerja
Bisnis pada Usaha Mikro Kecil di Wilayah Jawa Timur. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa adanya hubungan antara entrepreneurial leadership dengan
kinerja bisnis pada usaha mikro dan kecil di wilayah Jawa Timur
c)
Lisdiantini (Lisdiantini, 2013) melakukan
studi Pengaruh Budaya Organisasi dan Kepemimpinan Kewirausahaan terhadap
Motivasi Karyawan dan Dampaknya pada Peningkatan Kinerja Organisasi (Studi Pada
PT Industri Kereta Api/INKA Madiun). Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan
diantaranya kepemimpinan kewirausahaan memiliki pengaruh positif dan signifikan
langsung pada motivasi karyawan dan kepemimpinan kewirausahaan memiliki
pengaruh positif dan signifikan langsung pada kinerja organisasi.
8. Kesimpulan
Lingkungan
bisnis yang cepat berubah dan persaingan global yang semakin ketat membutuhkan
pemimpin yang kreatif, inovatif serta memiliki kemampuan komunikasi yang baik
untuk menjawab tantangan tersebut. Selain itu diperlukan juga pemimpin yang
visioner dan berani mengambil risiko dari tindakan yang diambil. Berdasarkan
tinjauan literatur, seperti yang diungkapkan oleh Fernald et al. (Fernald et
al. 2005) baik pemimpin dan pengusaha yang sukses adalah:
a)
Kepemimpinan strategis (visi dan tujuan
jangka panjang);
b)
Kemampuan pemecahan masalah;
c)
Tepat waktu dalam pengambilan keputusan;
d)
Kesediaan untuk menerima risiko; dan
e)
kemampuan negosiasi yang baik.
Pengembangan
kepemimpinan wirausaha baik tingkat makro maupun mikro mutlak diperlukan dan
terus diupayakan pelaksanaannya serta di evaluasi agar program pengembangan tersebut
dapat berjalan dengan semestinya dan siap menghadapi tantangan global yang ada
di depan mata.
Daftar Pustaka
Purhantara, Wahyu.
(2010). KEPEMIMPINAN BISNIS INDONESIA DI ERA PASAR BEBAS. Jurnal Ekonomi &
Pendidikan.
Wijaya, Yohan Hadi.,
Harjanti, Dhyah. 2013. Enterpreneurial Leadership dan Hubungannya dengan
Kinerja Bisnis pada Usaha Mikro Kecil di Wilayah Jawa Timur.
Wijatno, Serian. 2011.
Pengantar Entrepreneurship. Jakarta: Grasindo.
Suryamin. 2014. Nilai
Ekspor Juli 2014 Melorot 8 Persen. www.tempo.com
Afiff, Faisal. 2012.
Kepemimpinan Berbasis Kewirausahaan.
http://fe.unpad.ac.id/id/arsipfakultas-ekonomi-unpad/opini/2368 kepem
impinan-berbasis-kewirausahaan.
Zwilling, Martin. 2014.
Entrepreneurial Leadership Can Save Any Business.
http://www.forbes.com/sites/martinzwilling/2014/09/17/entrepreneurial-leadership-can-save-anybusiness/.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar