Oleh: Laykha Fitriani Az Zahra
(@V12-LAYKHA)
ABSTRAK
Perubahan telah
memunculkan aturan baru dan setiap organisasi dituntut untuk melakukan
perubahan dengan cepat dan tepat serta fleksibel, karena jika tidak demikian
maka organisasi akan sulit untuk bersaingan secara global di masa yang akan
datang. Implikasi dari perubahan lingkungan global menuntut organisasi untuk
merubah strategi organisasi yang semula local oriented menjadi global oriented,
untuk itu organisasi kedepannya harus selalu bersahabat dengan perubahan agar
kedepan organisasi dapat menjadi pemimpin perubahan dimasa yang akan datang.
Dibutuh pemimpin yang berjiwa entrepreneur untuk menghadapi tantangan perubahan
global tersebut sehingga organisasi dapat beradaptasi serta tetap eksis
dikancah persaingan global.
Kata Kunci: Kepemimpinan,
Global, Wirausaha
PENDAHULUAN
Era
persaingan global yang tanpa batas yang ditandai dengan cepatnya perubahan
dalam lingkunganbisnis, kemajuan teknologi komunikasi dan informasi, serta
teknologi lainnya menjadi kenyataan yang harusdisikapi dengan bijak dan cermat
agar organisasi dapat tetap eksis dalam kancah persaingan global. Dalam kondisi
di atas, maka diperlukan kehadiran seorang leader yang memiliki visi jauh ke
depan, kepemimpinan yang memiliki sense of change yang tinggi, pemimpin yang
sadar akan posisinya di tengah-tengah lingkungan yang terus berubah, pemimpin
yang memiliki jiwa dan semangat entrepreneurship. Pemimpin yang dapat
berkomunikasi, mempunyai semangat dan berani mengambil risiko (McKinney Rogers
Consultant, 2007).
Dalam
menghadapi realita ini, dibutuhkan pemimpin yang dapat menjawab tantangan dan
peluang tersebut. Bukan pemimpin yang merasa nyaman dengan keadaan sekarang
atau comfort zone dan tidak mau berpindah dari keadaan ini. Bukan pemimpin yang
hanya wait and see atau melakukan transformasi konvensional namun pemimpin yang
bisa melihat celah dan kesempatan serta dapat mengadaptasi perubahan secara radikal,
membongkar comfort zone di dalam maupun di luar. Pemimpin seperti ini biasa
disebut crackers (Suyatno, 2014).
Pemimpin
tersebut juga harus merubah paradigma berfikir menghadapi perubahan lingkungan
bisnis yang sangat cepat, dari budaya birokrasi menjadi corporate culture,
membenahi tata kelola organisasi yang transparan dan bebas korupsi. Serta
mendayagunakan dan menyelaraskan seluruh organ dari seluruh organisasi dengan
strategi utama sehingga organisasi memiliki daya saing serta menerapkan budaya pembelajaran.
Untuk itu, perlu dikembangkan sistem pembentukan karakter bagi sumber daya
manusia di Indonesia yang memiliki sifat entrepreneurial leadership sehingga mampu
menjawab tantangan seperti terungkap pada paragraf sebelumnya.
PEMBAHASAN
Pengertian Kepermimpinan
dan Entepreneurship (Wirausaha)
Kepemimpinan
menurut Bass adalah interaksi antara dua atau lebih anggota kelompok yang
sering terlibat untuk penyusunan penataan kembali situasi dari persepsi dan
harapan para anggota. Kepemimpinan telah dipahami sebagai fokus proses
kelompok, sebagai atribut kepribadian, sebagai seni merangsang kepatuhan,
sebagai latihan pengaruh, sebagai jenis tertentu kegiatan, sebagai bentuk
persuasi, sebagai relasi kekuasaan, sebagai instrumen dalam pencapaian tujuan,
sebagai akibat dari interaksi, sebagai peran yang berbeda, dan sebagai inisiasi
struktur.
Wirausaha
menurut Choo dan Bontis (Choo dan Bontis, 2002) didefinisikan sebagai proses menemukan,
mengenali, dan memanfaatkan peluang-peluang baru. Sedangkan menurut Baron dan
Shane, wirausaha sebagai bidang bisnis, berusaha untuk memahami bagaimana peluang
untuk menciptakan sesuatu yang baru (misalnya, produk atau jasa baru, pasar
baru, proses produksi baru atau bahan baku, cara-cara baru pengorganisasian
teknologi yang sudah ada) muncul dan ditemukan atau diciptakan oleh individu tertentu,
yang kemudian menggunakan berbagai carauntuk mengeksploitasi atau mengembangkan
mereka,sehingga menghasilkan berbagai dampak.
Pengertian Kepemimpinan
Wirausaha (Entrepreneurial Leadership)
Menurut
Greenberg et al. (Greenberg et al, 2011) kepemimpinan wirausaha melibatkan
model baru pemikiran dan tindakan, yang dimulai dengan pandangan dunia yang
berbeda secara fundamental dari bisnis dan menerapkan pengambilan keputusan
yang tidak logis.
Sedangkan
menurut Afiff (Afiff, 2012), Perusahaan berbasis kewirausahaan memiliki
kelebihan dimana kinerja kepemimpinan memiliki ruang gerak yang lebih leluasa.
Berbeda dengan perspektif organisasi secara umum dimana aspek kepemimpinan
lebih dibatasi oleh pengaturan organisasi, maka beberapa aspek perusahaan
berbasis kewirausahaan lebih memungkinkan memfasilitasi kemampuan pemimpin untuk
mempengaruhi perubahan dan kinerja. Ternyata ukuran perusahaan merupakan faktor
penting dalam melaksanakan kebijakan manajerial.
Pengembangan Kepemimpinan
Pengembangan
SDM berjiwa Kepemimpinan Wirausaha di Indonesia dapat ditempuh dengan 2 pendekatan
yaitu pendekatan Makro dan Mikro. Pada tahap makro ini merupakan ranah
pemerintah dalam mengembangkan SDM secara global melalui perencanaan program
pendidikan dan pelatihan dalam skala nasional. Pada tahap mikro ini merupakan
ralan perusahaan organisasi seperti perusahaan dimana setiap dership dan sehingga
melakukan pendidikan dan pelatihan
Entrepreneurship
kepada karyawan perusahaan nantinya akan dapat mencetak karyawan dengan jiwa
Kepemimpinan Wirausaha yang berguna bagi perusahaan kelak dikemudian hari,
sekaligus menjawab tantangan bagi perusahaan untuk bersaing secara global. Dalam
pengembangan SDM berjiwa kepemimpinan wirausaha dapat di lihat dari 3 prinsip
kepemimpinan wirausaha (Greenberg et al., 2011) yaitu:
1.
Cognitive Ambidexterity, Kepemimpinan
wirausaha melibatkan kedua logika prediksi dan logika kreasi dalam pendekatan pengambilan
keputusan mereka.
2.
SEER (Social, Environmental, and
Economic Responsibility and Sustainability), Tanggung jawab
dan berkesinambungan, Kepemimpinan wirausaha harus tahu bagaimana untuk mengarahkan
penciptaan nilai sosial, lingkungan, dan ekonomi dan ketegangan yang melekat
dan potensi sinergi di dalamnya. Selain itu mereka harus belajar untuk terlibat
penciptaan nilai sosial, lingkungan, dan ekonomi secara simultan daripada
secara berurutan. Diluar SEER, kepemimpinan wirausaha juga memanfaatkan
pemahaman mereka tentang diri mereka sendiri dalam konteks sosial untuk memandu
tindakan yang efektif.
3.
SSA (Self and Social Awareness), Melalui
pemahaman otentik dan mendalam dari kesadaran akan tujuan dan identitas mereka
sendiri dan bagaimana mereka dipengaruhi oleh konteks sekitar mereka, para
pemimpin wirausaha membuat keputusan yang lebih efektif dalam keadaan tidak
pasti dan tidak pasti dan tidak diketahui.
Dampak Positif dari Entrepreneurial
Leadership
Dampak positif dari
prinsip-prinsip kepemimpinan kewirausahaan menurut Roebuck seperti yang dikutip
oleh Zwilling (Zwilling, 2014) yang dimuat oleh Majalah Forbes adalah :
a) Fokus
total terhadap pelayanan kepada pelanggan.
Setiap anggota tim
diaktifkan dekat ke garis depan pelanggan, sehingga mereka melihat bagaimana
setiap fungsi berjalan atau tidak dalam memberikan nilai tambah layanan yang
mereka berikan kepada pelanggan. Orang-orang pada organisasi yang lebih besar
malah menjauh dari hari ke hari melakukan kontak dengan konsumen, dan akhirnya
fokus perusahaan menjadi internal dan terisolasi.
b) Mengoptimalkan
tidak meminimalkannya.
Resiko yang diperhitungkan
harus diambil untuk memungkinkan perubahan, untuk memperbaiki, dan memenuhi
kebutuhan pelanggan baru. Meminimalkan risiko pada akhirnya akan menyebabkan
setiap perusahaan menjadi gagal. Kesalahan akan terjadi, sehingga tujuan tidak
harus untuk menghilangkan semua kesalahan, tetapi untuk menangkap mereka sebelum
mereka menciptakan bencana, dan menjadi berulang.
c) Terus-menerus
menjadi kreatif dan inovatif untuk mendapatkan yang lebih baik.
Organisasi matang lupa
bahwa perubahan adalah kesempatan, bukan ancaman. Namun tidak ada yang masih
menyadari. Perubahan memungkinkan setiap orang untuk mendorong batas-batas
dalam menanggapi, untuk meningkatkan peluang mereka untuk pertumbuhan diri,
meningkatkan posisi kompetitif perusahaan dan peluang untuk sukses jangka
panjang.
d) Mengambil
tanggung jawab pribadi untuk hasilorganisasi.
Sikap yang menjangkiti di
dalam perusahaan-perusahaan besar adalah bahwa individu karyawan tidak memiliki
bertanggung jawab hasil di luar tujuan mereka sendiri. Hal ini menyebabkan
seluruh perusahaan inefisiensi, komunikasi yang buruk, dan tidak selaras, dan
juga cenderung mengurangi efektivitas setiap pemimpin individu.
e) Memahami
gambaran yang lebih luas.
Untuk mendapatkan kinerja
individu dan tim ke level tertinggi, setiap orang harus berkomitmen untuk visi,
nilai-nilai, dan strategi organisasi, seperti halnya tujuan pribadi mereka.
Sikap tidak bertanggung jawab di luar tujuan individu hampir selalu merugikan
perusahaan.
f) Menjaga
hal-hal sederhana.
Seiring waktu,
orang-orang dalam organisasi besar cenderung membuat hal-hal yang lebih rumit
dari yang mereka butuhkan untuk memulai. mungkin Ini untuk mengesankan orang
lain dengan keahlian mereka.
KESIMPULAN
Lingkungan
bisnis yang cepat berubah dan persaingan global yang semakin ketat membutuhkan
pemimpin yang kreatif, inovatif serta memiliki kemampuan komunikasi yang baik
untuk menjawab tantangan tersebut. Selain itu diperlukan juga pemimpin yang visioner
dan berani mengambil risiko dari tindaka yang diambil. Seperti diungkapkan oleh
Fernald et al. (Fernald et al. 2005) baik pemimpin dan pengusaha yang sukses
adalah: Kepemimpinan strategis (visi dan tujuan jangka panjang); Kemampuan
pemecahan masalah; Tepat waktu dalam pengambilan keputusan; Kesediaan untuk
menerima risiko; dan kemampuan negosiasi yang baik. Pengembangan kepemimpinan
wirausaha baik tingkat makro maupun mikro mutlak diperlukan dan terus diupayakan
pelaksanaannya serta di evaluasi agar program pengembangan tersebut dapat
berjalan dengan semestinya dan siap menghadapi tantangan global yang ada di
depan mata.
DAFTAR PUSTAKA
Hasibuan, A., Novita, D., Tarigan, N. M. R.,
Yusrita, Y., & Riana, Z. (2021). Kewirausahaan. Yayasan Kita Menulis.
Modul Mata Kuliah Kewirausahaan 3. Universitas Mercu
Buana. Jakarta.
Purhantara, W. (2010). Kepemimpinan bisnis
Indonesia di era pasar bebas. Jurnal Ekonomi dan Pendidikan, 7(1).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar