Oleh:
Oliver
Gideon Parsaoran (@V21-OLIVER)
Abstrak
Artikel
ini membahas apa saja manfaat dari sebuah badan usaha membayar pajak serta
bagaimana peraturan tentang pajak untuk badan usaha yang telah ditetapkan oleh
pemerintah.
Kata
kunci: Pajak, badan usaha, hak, kewajiban, kredibilitas, ekonomi
Abstract
This
article discusses what are the benefits of a business entity paying taxes and
how the tax regulations for business entities have been set by the government.
Keywords:
Tax, business entity, rights, obligations, credibility, economy
PENDAHULUAN
Pajak
adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari
kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan
bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan
pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak
bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara
untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara
dan pembangunan nasional. Masing-masing wajib pajak memiliki kewajiban perpajakan
yang berbeda. Begitu juga dengan Wajib Pajak Badan yang tak lepas dari urusan
Pajak Badan Usaha.
Sebagai
Wajib Pajak Badan (WP Badan), sudah seharusnya memahami setiap kewajiban
perpajakannya, yakni pajak badan usaha, agar bisnis yang dijalankan juga dapat
berjalan dengan baik dan lancar tanpa timbul sandungan perpajakan yang
menghambat urusan bisnis. Pajak Badan Usaha merupakan pajak yang dikenakan atas
penghasilan suatu badan usaha atau perusahaan, di mana penghasilan yang
dimaksud adalah setiap penambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak Badan, baik dari dalam maupun luar negeri. Penghasilan
tersebut digunakan untuk keperluan apapun termasuk menambah kekayaan, konsumsi,
investasi, dan sebagainya.
PEMBAHASAN
A.
Manfaat Perusahaan Membayar Pajak
1) Menunjukkan
Kredibilitas Usaha
Dengan
membayar pajak sesuai ketentuan dan dilakukan secara tepat waktu, perusahaan tidak
akan dimasukkan dalam daftar hitam yang dibuat oleh otoritas pajak. Ini menjadi
salah satu pertanda bahwa usaha yang dijalankan memang kredibel dan bisa
dipercaya. Hal ini dapat menjadi catatan plus tersendiri bagi mitra transaksi,
investor dan pihak-pihak berkepentingan lainnya. Bagaimana jika suatu usaha masuk
ke daftar hitam? Sudah barang tentu pihak eksternal perusahaan akan berpikir
berkali-kali lipat untuk bermitra dengan perusahaan tersebut, apalagi
mempercayakan modalnya.
2) Memperlihatkan
Profesionalisme Bisnis
Pernahkah
melihat reklame iklan di jalan yang disegel oleh petugas pajak? Atau mungkin
melihat salah satu kantor atau restoran yang disegel karena urusan pajak? Ini
adalah akibat tidak membayar pajak sesuai ketentuan. Adanya penyegelan seperti
ini tentu sangat mencoreng citra perusahaan yang bersangkutan. Sebaliknya,
perusahaan justru terlihat lebih profesional bila taat membayar pajak.
Melaporkan dan menyetor PPN yang telah dipungut dengan tepat waktu, sehingga
tidak ada masalah bagi pembeli yang berkepentingan untuk mengkreditkan PPN yang
telah dibayar. Masyarakat tidak akan memiliki kekhawatiran bahwa PPN atau pajak
daerah yang telah dipungut dari mereka akan digunakan untuk menambah kekayaan
perusahaan. Dengan begitu, masyarakat akan merasa lebih aman untuk menggunakan
produk atau jasa dari perusahaan yang taat pada negara.
3) Menarik
Kepercayaan Investor
Kepemilikan
NPWP dan Surat Keterangan Fiskal seringkali menjadi salah satu syarat formal
yang harus dipenuhi ketika perusahaan memerlukan suntikan modal besar dari
investor kelas kakap. Nah untuk mendapatkan Surat Keterangan Fiskal ini tidak
boleh ada pajak yang belum terselesaikan pembayarannya. Dua hal ini
sangat wajar bila ditetapkan sebagai salah satu syarat yang dipenuhi debitur,
karena bila perusahaan menunggak pajak, bagaimana investor yakin keuntungan
perusahaan nantinya tidak habis dipakai untuk membayar pajak? Investor akan
sulit mempercayakan dananya pada perusahaan yang menunggak pajak.
4) Memudahkan
Mendapatkan Pinjaman
Jika
mengajukan pinjaman ke bank atas nama suatu bisnis atau usaha, bank akan
meminta NPWP dari bisnis atau usaha yang dijalani. NPWP dapat memberikan
informasi pembayaran pajak dan penghasilan dari pemohon pinjaman. NPWP menjadi
salah satu bank untuk mengenal calon peminjam. Oleh karena itu tanpa memiliki
NPWP, bank akan sulit memberikan pinjaman dalam jumlah besar karena diartikan
tidak membayar pajak. Pinjaman dengan jumlah yang besar ini tentu saja lebih
berpotensi besar untuk mengembangkan usaha, ketimbang pinjaman dengan plafon
yang kecil.
5) Mengindikasikan
Kesehatan Keuangan
Perusahaan
yang keuangannya sehat pasti akan menghindari keterlambatan membayar pajak,
apalagi menunggaknya. Karena denda dan bunga atas keterlambatan membayar pajak
menguras keuntungan. Sehingga perusahaan yang membayar pajak dalam nominal yang
sesuai dan tepat waktu secara tidak langsung mengindikasikan bahwa perusahaan
tersebut memiliki keuangan yang baik. Sebaliknya, perusahaan yang tidak
membayar pajak menandakan bahwa kondisi keuangannya justru tidak sehat. Harus
diakui, tidak semua dari perusahaan punya waktu dan kemampuan untuk menghitung
sendiri seluruh pajak yang harus dibayarkan. Jadi alih-alih ingin menghindari
pajak, justru menjadi bingung dengan banyaknya jenis pajak dan perhitungan.
Padahal jika terlambat membayar, akan ada konsekuensi hukum yang perlu
ditanggung.
6)
Menstabilkan
Ekonomi Negara
Pajak adalah pendapatan utama bagi negara. Semakin
banyak wajib pajak yang membayar pajak, maka semakin besaar pendapat negara.
Perekonomian negara yang stabil akan mempengaruhi mudahnya pengusaha memperoleh
bahan baku. Sebab beberapa perusahaan memerlukan bahan baku yang didatangkan
dari luar negeri. Investor dari luar negeripun akan percaya untuk memberikan
modalnya pada perusahaan dalam negeri jika mengetahui ekonomi negara stabil.
Ekonomi yang stabil baik secara langsung ataupun tidak, dapat berdampak pada
perusahaaan-perusahaan dalam negeri.
B.
Pajak dan Tarif PPh untuk Pelaku Bisnis UMKM
Kriteria atau klasifikasi UMKM tertuang
dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang
Usaha Mikro Kecil Menengah. Menurut Undang-Undang tersebut, kriteria UMKM bisa
dibedakan dari jumlah aset dan total omzet penjualan selama satu tahun. Sedangkan menurut Badan Pusat
Statistik (BPS), jumlah karyawan juga menjadi variabel penentu kriteria UMKM.
Di Indonesia, terdapat empat kriteria UMKM. Empat kriteria tersebut adalah Usaha Besar,
Usaha Menengah, Usaha Kecil, da Usaha Mikro.
1) Kategori Usaha
Mikro/Industri Rumah Tangga
Usaha Mikro adalah
usaha produktif yang dijalankan secara perorangan dan atau suatu badan yang
memenuhi persyaratan berikut ini:
·
Memiliki karyawan kurang dari 4 orang.
·
Aset (kekayaan bersih) hingga Rp50 Juta per tahun.
·
Omzet penjualan tahunan hingga 300 Juta per tahun.
2) Kategori Usaha
Kecil
Usaha Kecil
memiliki definisi yang hampir mirip dengan Usaha Mikro. Namun
perbedaannya adalah Usaha Kecil bukan merupakan anak perusahaan atau cabang
dari suatu induk perusahaan. Dan Usaha Kecil tidak dikuasai atau menjadi
bagian baik secara langsung maupun tidak langsung dari jenis Usaha Menengah
atau Usaha Besar. Berikut kriteria dari Usaha Kecil:
· Memiliki karyawan
lebih dari 5 orang dan kurang dari 19 orang.
· Aset (kekayaan
bersih) dari Rp50 Juta hingga Rp500 Juta.
· Omzet penjualan
tahunan dari Rp300 Juta hingga Rp2,5 Miliar
3) Kategori Usaha
Menengah
Usaha Menengah
adalah usaha yang dijalankan baik oleh perorangan maupun badan yang memiliki
persyaratan sebagai berikut:
· Memiliki karyawan
lebih dari 20 hingga 99 orang.
· Aset (kekayaan
bersih) antara Rp500 Juta hingga Rp10 Miliar.
· Omzet penjualan
tahunan antara Rp2,5 Miliar hingga Rp50 Miliar.
4) Kategori Usaha
Besar
Usaha Besar adalah
jenis usaha ekonomi produktif yang paling tinggi diantara kriteria usaha
sebelumnya. Jenis usaha ini biasanya merupakan
perusahaan go-public, Badan Usaha Milik Negara atau Swasta yang melakukan
kegiatan ekonomi di Indonesia. Berikut kriteria dari Usaha Besar:
· Memiliki karyawan
lebih dari 100 orang.
· Aset (kekayaan
bersih) lebih dari Rp10 Miliar.
· Omzet penjualan
tahunan lebih dari Rp50 Miliar.
Berdasarkan
UU No. 36 tahun 2008 pasal 2 tentang Pajak Penghasilan (PPh) bahwa
setiap orang pribadi, orang pribadi yang memiliki warisan belum terbagi, badan,
dan bentuk usaha tetap dikenakan PPh. Pada saat mendaftarkan perusahaan atau
badan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat usaha berdomisili, maka kita akan
mendapatkan SKT atau Surat Keterangan Terdaftar. Di SKT tersebut akan termuat
pajak-pajak apa saja yang harus dibayarkan. Pajak-pajak tersebut adalah PPh
pasal 15, 19, 21, 22, 23, 26, 29, 4 ayat 2, dan PPN. Pengenaan Pajak-Pajak
tersebut tergantung pada jenis bisnis dan transaksi yang dilakukan dan jumlah
omzet usaha dalam setahun. Namun teruntuk UMKM, sekurang-kurangnya perlu
membayar pajak-pajak berikut:
· Pajak
Penghasilan Pasal 4 Ayat 2 atau PPh Final (untuk sewa gedung atau kantor, omzet
penjualan, dan lainnya)
· PPh
Pasal 21 (untuk penghasilan karyawan)
· PPh
Pasal 23 (jika ada transaksi pembelian jasa)
Ada
perbedaan pengenaan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dalam penghitungan PPh.
Bila karyawan UMKM memiliki gaji per bulan kurang dari Rp32 Juta per tahun,
maka pajak yang dikenakan kepada pengusaha atau badan adalah PPh Final. PPh
Final merupakan istilah atau nama lain dari PPh Pasal 4 ayat 2. Terdapat
berbagai macam objek PPh Final, seperti untuk sewa bangunan, jasa konstruksi,
pajak atas obligasi, pajak atas peredaran bruto (omzet) usaha, dan lainnya.
Menurut
Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013, PPh
Final untuk pajak UKM adalah pajak atas penghasilan (omzet) dari usaha
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak. PPh Final khusus dikenakan pada Wajib
Pajak yang memiliki peredaran bruto atau omzet di bawah Rp4,8 Miliar dalam
setahun. Namun pada tanggal 1 Juli 2018, pemerintah mengeluarkan PP Nomor 23
Tahun 2018 mengenai tarif baru teruntuk PPh Final UMKM. Tarif PPh Final yang awalnya
dikenakan sejumlah 1% dipangkas menjadi hanya 0,5% dengan ketentuan sebagai
berikut:
· Wajib
Pajak Orang Pribadi bisa menikmati tarif PPh Final 0,5% dalam jangka waktu 7
tahun.
· Untuk
WP Badan seperti Koperasi, Persekutuan Komanditer (CV), dan Firma hanya bisa
menikmati tarif PPh Final 0,5% dalam jangka waktu 4 tahun.
· Sedangkan
untuk WP Perseroan Terbatas (PT), hanya bisa menikmati tarif PPh Final 0,5%
dalam jangka waktu 3 tahun
C. Jenis-jenis Pajak Penghasilan Badan Usaha
1) Pajak
Penghasilan Pasal 15 (PPh Pasal 15)
PPh
Pasal 15 merupakan laporan pajak yang berhubungan dengan Norma Perhitungan
Khusus untuk golongan wajib pajak tertentu. Begitu memiliki sebuah badan usaha
atau menjadi pengusaha, maka otomatis akan berstatus sebagai wajib pajak badan
usaha atau wajib pajak orang pribadi yang berpforesi sebagai pengusaha. Untuk
itu, ada sejumlah pajak yang harus dibayarkan. Jenis pajak yang harus
dibayarkan tersebut biasanya tertera pada SKT (Surat Keterangan Terdaftar) saat
mendaftarkan diri menjadi NPWP Badan. Wajib Pajak PPh Pasal 15 adalah:
· Perusahaan
pelayaran atau penerbangan internasional
· Perusahaan
pelayaran dan penerbangan dalam negeri
· Perusahaan
asuransi luar negeri
· Perusahaan
pengeboran minyak, gas, dan panas bumi
· Perusahaan
dagang asing
· Perusahaan
investor dalam bentuk BOT (Build, Operate, and Transfer)
2) Pajak
Penghasilan Pasal 21
Pajak
atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain
dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan,
jasa, dan kegiatan yang diterima oleh Wajib Pajak dalam negeri atau
karyawan dan harus dibayar setiap bulannya. Perusahaan mengelola
pemungutuan pajak dengan memotong langsung penghasilan para pegawai/pekerja dan
menyetorkannya ke kas negara melalui bank persepsi. 5 Macam Penghitungan PPh
Pasal 21:
·
Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun Berkala
·
Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja
lepas
·
Anggota Dewan Pengawas atau dewan
Komisaris yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap
·
Penerima imbalan lain yang bersifat tidak
teratur
·
Peserta program pensiun berstatus pegawai
yang menarik dana pensiun
3) Pajak
Penghasilan Pasal 22
PPh
Pasal 22 adalah pemungutan pajak badan usaha dari Wajib Pajak yang
melakukan kegiatan impor atau dari pembeli atas penjualan barang mewah. Pihak
pemungut:
·
Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah,
instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan
dengan pembayaran atas penyerahan barang
·
Badan-badan tertentu, baik badan
pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau
kegiatan usaha di bidang lain
·
Wajib pajak badan tertentu untuk memungut
pajak pembeli atas penjualan barang mewah
4) Pajak
Badan Usaha Penghasilan Pasal 23
Pajak
yang dipotong oleh pemungut pajak dari wajib pajak saat transaksi yang meliputi
transaksi dividen (pembagian keuntungan saham), royalti, bunga, hadiah dan
penghargaan, sewa dan penghasilan lain yang terkait dengan penggunaan aset
selain tanah atau bangunan, atau jasa. Tarif PPh 23 dikenakan atas
nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari penghasilan.
Jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan atau telah
jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar
negeri lainnya.
5) Pajak
Penghasilan Pasal 25
Angsuran
pajak yang berasal dari jumlah pajak penghasilan terutang menurut SPT
Tahunan PPh dikurangi PPh yang dipotong serta PPh terutang di Luar Negeri
yang boleh dikreditkan. Pembayaran pajak harus dibayarkan sendiri tanpa
bisa diwakilkan oleh siapapun. Pembayaran pajak ini dilaksanakan secara
berangsur dengan tujuan untuk meringankan beban wajib pajak dalam pembayaran
pajak tahunannya. Adapun sanksi keterlambatan pembayaran pajak yaitu
pengenaan bunga 2% per bulan, dihitung dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal
pembayaran.
Angsuran
pajak/bulan = (PPh terutang – kredit pajak) ÷ 12
6) Pajak
Penghasilan Pasal 26
Pajak
yang dikenakan atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima
Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. Berdasarkan
aturan, tarif umum pajak badan usaha PPh Pasal 26 adalah 20%. PPh Pasal
26 adalah penerapan dari asas sumber yang dianut dalam sistem pemungutan pajak
di Indonesia. Berdasarkan asas sumber, penghasilan yang bersumber dari
Indonesia yang dinikmati oleh orang atau badan di luar Indonesia bisa dikenakan
pajak di Indonesia. Jenis-jenis penghasilan yang dipotong:
·
Dividen
· Bunga, termasuk premium, diskonto, dan
imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang
·
Royalti, sewa, dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta
·
Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan,
dan kegiatan
·
Hadiah dan penghargaan
·
Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
·
Premi swap dan transaksi lindung nilai
lainnya; dan/atau
·
Keuntungan karena pembebasan utang
7) Pajak
Penghasilan Badan Usaha Pasal 29
PPh
Pasal 29 dihasilkan dari nilai lebih pajak terutang (pajak terutang dikurangi
kredit pajak) yaitu saat jumlah pajak terutang suatu perusahaan dalam satu
tahun pajak lebih besar dari jumlah kredit pajak yang telah dipotong oleh pihak
lain dan telah disetor sendiri. PPh ini harus dibayarkan sebelum SPT
Tahunan PPh Badan dilaporkan. Tarif PPh Pasal 29:
PPh
25 yang sudah dilunasi = 0,75% x jumlah penghasilan/omzet per bulan
PPh
29 yang harus dilunasi = PPh yang masih terutang – PPh 25 yang sudah dilunasi.
Wajib
Pajak Badan:
Angsuran
PPh 25 = PPh terutang tahun lalu x 12
PPh
29 yang harus dilunasi = PPh yang terutang – Angsuran PPh 25.
8) Pajak
Penghasilan Pasal 4 ayat (2)
Pajak
yang dipotong dari penghasilan yang dipotong dari bunga deposito dan tabungan
lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, bunga simpanan yang dibayarkan
koperasi, hadiah undian, transaksi saham dan sekuritas lainnya, serta transaksi
lain sebagaimana diatur dalam peraturan. Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat
(2) juga bisa disebut sebagai penghasilan dikenai pajak yang sifatnya final
alias tidak bisa dikreditkan. Ketahui lebih lanjut mengenai ketentuan
pengenaan PPh Pasal 4 ayat (2). Sebenarnya tidak semua Wajib Pajak Badan
dikenakan atas 8 jenis pajak badan usaha di atas. Dalam kenyataannya,
bisa jadi suatu badan usaha hanya dikenakan satu jenis pajak penghasilan
tersebut. Maka dari itu, sebagai Wajib Pajak Badan, perlu memerhatikan
kewajiban apa saja yang menjadi tanggung jawab Sobat Klikpajak.
9) Pajak
Penghasilan Badan
Namun
yang pasti, sebagai Wajib Pajak Badan, akan selalu dikenakan PPh Badan dengan
tarif normal menurut peraturan perundangan perpajakan terbaru dalam
Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Bagi
WP Badan yang tergolong UMKM dengan omzet di bawah Rp50 juta juga dapat memilih
menggunakan tarif PPh Final PP 23/2018.
KESIMPULAN
Selain
sebagai sebuah kewajiban, pajak juga sebenarnya dapat menjadi salah satu alat
untuk meningkatkan kredibilitas perusahaan. Perusahaan yang membayarkan
pajaknya secara rutin, dapat disebut sebagai perusahaan yang memiliki kesehatan
keuangan yang baik. Hal ini tentu akan memudahkan perusahaan untuk pengajuan
pinjaman dana akan lebih mudah dan proses-proses bisnis lainnya. Banyaknya
transaksi yang dilakukan oleh perusahaan tentu mendorong banyaknya pula
pelaporan pajak yang harus dilakukan.
REFERENSI
https://www.pajak.go.id/id/pajak
https://klikpajak.id/blog/kenali-jenis-jenis-pajak-badan-usaha/#9_Pajak_Penghasilan_Badan
https://www.jurnal.id/id/blog/ketahui-pajak-dan-tarif-pph-buat-pelaku-umkm/
https://www.tixtax.co.id/manfaat-membayar-pajak-bagi-perusahaan/
https://konsultanpajaksurabaya.com/manfaat-membayar-pajak-bagi-pengusaha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar