Abstrak
Perilaku seseorang dalam
beraktivitas atau bekerja dapat muncul karena adanya motive (motive are the way
of behaviour). Motivasi pada dasarnya merupakan sebuah kondisi mental seseorang
yang mendorong untuk melakukan suatu tindakan (action/activities) dan
memberikan kekuatan (energy) yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan.
Motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja.
Dorongan atau semangat kerja sangat dipengaruhi oleh faktor atasan/pimpinan,
teman kerja, sarana fisik, kebijakan/aturan, imbalan, jenis pekerjaan, dan
tantangan. Dorongan dan keinginan seseorang sebagai motivator merupakan sesuatu
yang tidak dapat diamati, melainkan hanya dapat disimpulkan. Organisasi yang
fokus pada pelanggan (costumer) tanpa didahului dengan fokus pada karyawan,
seperti halnya membuat bangunan tanpa pondasi, tanpa kerangka yang kuat, dan
rapuh sehingga resisten terhadap konflik internal.
Beberapa faktor utama
yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan dalam melakukan pekerjaannya antara
lain motivasi, kemampuan, dan lingkungan kerja. Faktor motivasi memiliki
hubungan langsung dengan kinerja karyawan, sedangkan faktor kemampuan dan
lingkungan karja memiliki hubungan tidak langsung dengan kinerja. Baik faktor
kemampuan maupun lingkungan kerja keberadaannya sangat berpengaruh terhadap motivasi
kerja karyawan sehingga untuk meningkatkan kinerja harus dimulai dengan
membangun dan meningkatkan motivasi kerjanya. Pemberian kesempatan kepada
karyawan untuk memberdayakan (empowering) dirinya dapat menjaga dan
mempertahankan motivasi kerjanya. Pemberdayaan sebagai suatu cara untuk
memwirausahakan (entrepreneurship) orang lain, penanaman rasa memiliki
(ownership), suatu bentuk ikatan kerja atas dasar komitmen (engagement), dan
sebagai suatu usaha untuk membuat orang lain terlibat (involvement) akan memberi
sumbangan positif dalam memelihara dan mempertahankan motivasi kerja.
Kata kunci: motivasi kerja, karyawan, dan kinerja
organisasi.
Pendahuluan
Suatu organisasi
pemerintah maupun swasta, dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari pasti
mempunyai tujuan-tujuan yang telah direncanakan sebelumnya baik dalam jangka
pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang. Di dalam melaksanakan
aktivitas-aktivitas organisasi, sumber daya manusia memegang peranan yang
sangat penting dalam mewujudkan tujuan-tujuan yang telah direncanakan tersebut.
Bahkan sumber daya manusia sesuai dengan paradigma baru praktek manajemen
perusahaan saat ini, tidak lagi hanya sebagai faktor produksi melainkan sudah
dianggap sebagai asset yang sangat berharga bagi kelangsungan perusahaan.
Sumber daya manusia sebagai asset memegang peranan sangat besar dalam
organisasi karena secanggih apapun perangkat komputer software maupun hardware
dalam menerima masukan (input), mengolah (proces), dan menyajikan (output)
berbagai kebutuhan data dan informasi jika tidak didukung sumber daya
(brainware) yang memadai, maka kecanggihan peralatan tersebut tidak memiliki
manfaat secara fungsional sebagaimana mestinya.
Sebaik dan sesempurna
apapun suatu perencanaan organisasi, sebaik dan secanggih apapun teknologi yang
digunakan jika tidak didukung oleh sumber daya manusia yang cakap, terampil,
kreatif, cerdas, dan kualifaid di bidangnya, maka dalam proses pencapaian
tujuan-tujuan organisasi akan banyak mengalami masalah. Ada kalanya banyak juga
suatu oganisasi yang sumber dayanya melimpah termasuk di dalamnya sumber daya
manusia yang terampil dan mumpuni, tetapi dalam pencapaian tujuan organisasi
kurang optimal. Pimpinan organisasi yang bertanggungjawab untuk pencapaian
berbagai tujuan seringkali mengalami hambatan yang disebabkan karena perilaku
yang ditunjukkan para pegawai yang menjadi bawahannya. Hal ini sangat mungkin
terjadi karena perilaku para karyawan dalam suatu organisasasi adalah sebagai
manifestasi dari sifat unik dan misteriusnya sebagai manusia. Agar para
pimpinan dan seluruh karyawan saling terlibat dalam mewujudkan tujuan
organisasi, maka dibutuhkan interaksi sosial satu sama lain yang saling
membantu dan membutuhkan sehingga tercipta lingkungan kerja yang kondusif dan
menentramkan. Dalam proses bersosialisasi dan berinteraksi, seorang pimpinan
harus mampu memberikan dorongan atau semangat (motivasi) kepada para bawahan
guna mencapai kinerja organisasi secara optimal. Saling memberi dukungan dan
semangat dalam setiap menyelesaikan pekerjaan antara pimpinan dan karyawan akan
memberikan suasana nyaman yang dapat memberikan sumbangan positif bagi
organisasi.
Seorang pimpinan harus
menghindari tindakan, ucapan, dan ungkapan yang dapat membunuh motivasi
orang-orang yang menjadi tanggungjawabnya. Memberi motivasi dan berinovasi
untuk mengekspresikan berbagai kemampuan yang dimilki karyawan, tidak cukup
hanya dengan cara mendorong untuk berperilaku motivatif, tetapi lebih dari itu
seorang pimpinan juga harus menjaga moral kerja agar semangat kerja tetap
terjaga dan terpelihara dengan baik. Organisasi yang bergerak dalam bidang jasa
seperti Rumah Sakit, Lembaga Pendidikan, Kepolisian, Asuransi, Perhotelan,
Transportasi, dan sebagainya sudah barang tentu akan menghadapi khalayak atau
pelanggan (costamer) yang menggunakan jasa organisasi tersebut. Dalam suasana
pelanggan menuntut layanan prima agar memperoleh kepuasan (satisfaction), maka
organisasi harus menjaga tingkat kualitas layanan dan selalu meningkatkan
kinerjanya. Organisasi yang fokus pada pelanggan tanpa didahului dengan fokus
pada karyawan, seperti halnya membuat bangunan tanpa pondasi, tanpa kerangka
yang kuat, dan rapuh sehingga resisten terhadap muculnya konflik organisasi.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan dalam melakukan
pekerjaannya, antara lain motivasi, kemampuan, dan lingkungan kerja. Faktor
motivasi memiliki hubungan langsung dengan kinerja karyawan, sedangkan faktor
kemampuan dan lingkungan kerja memiliki hubungan tidak langsung dengan kinerja.
Baik faktor kemampuan maupun lingkungan kerja keberadaannya sangat berpengaruh
terhadap motivasi kerja karyawan sehingga untuk meningkatkan kinerja harus
dimulai dengan bagaimana membangun dan meningkatkan motivasi kerjanya.
Memotivasi dan
memberdayakan
Organisasi yang hidup dan
berada ditengah-tengah era teknologi informasi seperti sekarang ini dihadapkan
pada situasi yang sangat kompleks dan membingungkan karena selalu dituntut
untuk terus berubah mengikuti arus perubahan yang sedang terjadi. Dengan
tingkat kompleksitas dan dinamika perubahan yang serba turbulen tersebut,
organisasi harus memiliki sosok pemimpin yang mampu beradaptasi dan sekaligus
dapat mengelola perubahan. Hanya melalui kepemimpinan yang kuat dan kemampuan
adaptasi yang tinggi saja organisasi era sekarang ini yang bisa bertahan dan
hidup lebih lama. Pemimpin yang tidak mampu merespon dan mengantisipasi dunia
yang sedang berkembang dan terus berubah, maka secara tidak langsung telah
membawa organisasi tersebut ke dalam situasi stagnan yang lambat laun akan
mengalami keruntuhan. Dalam konteks organisasi yang terus dinamis mengikuti
trend pasar, visi adalah kata kunci yang mutlak diperlukan bagi organisasi.
Hanya dengan visi yang jelas, maka perjalanan organisasi akan sampai pada
sasaran dan tujuan yang telah ditentukan. Visi yang jelas akan memandu seorang
pemimpin sebagai nahkoda kapal organisasi di tengah derasnya arus gelombang
perubahan yang tidak henti-hentinya menghantam dan mengacam laju kapal yang
sedang berlayar. Bahkan oleh beberapa pakar menyebutkan bahwa tidak ada mesin
penggerak organisasi yang lebih bertenaga dalam meraih keunggulan dan
keberhasilan masa depan, kecuali visi yang menarik, berpengaruh, dan dapat
diwujudkan, serta mendapat dukungan luas dari anggota organisasi.
Karyawan sebagai elemen
organisasi yang merupakan asset, dalam mewujudkan visi melalui berbagai tujuan
dan program yang telah ditentukan sebelumnya dituntut untuk selalu memotivasi
dan mengembangkan diri meraih prestasi kerja yang optimal. Dalam usaha
memotivasi diri meraih hasil kerja optimal diperlukan dukungan kuat dan nyata
dari pemimpin, teman kerja, dan lingkungan yang memadai. Tanpa adanya bentuk
dukungan dan partisipasi yang kuat dari unsur-unsur di atas, maka sulit bagi
karyawan untuk mengembangkan diri, mengekspresikan gagasan, berinovasi, dan
memotivasi diri untuk berprestasi lebih tinggi dalam suatu organisasi. Ada
kalanya seorang pimpinan harus mengambil keputusan secara otoriter, namun pada
waktu yang berbeda sangat mungkin dalam mengambil keputusan dengan cara yang
demokratis. Agar para karyawan dalam melakukan aktivitas kerja sehari-hari
tetap termotivasi, maka seorang pimpinan atau manajer tidak boleh melakukan
hal-hal negatif yang dapat mencederai dan menurunkan moral kerja. Hal-hal yang
harus dijauhi oleh pimpinan sedikitnya ada sepuluh masalah negatif yang tidak
boleh dilakukan antara lain: (1) mengkritik karyawan dihadapan orang lain, (2)
menghina/merendahkan karyawan, (3) menganggap karyawan sebagai alat, (4)
melempar tanggungjawab, (5) memikirkan diri sendiri, (6) berlaku tidak adil,
(7) ragu-ragu dalam mengambil keputusan, (8) bersikap kaku/arogan, (9) tidak
menaruh kepercayaan, dan (10) bersikap acuh tak acuh kepada bawahan.
Masih banyak larangan dan
hal-hal yang harus dihindari oleh pimpinan dalam memperlakukan karyawannya,
tetapi 10 hal seperti disebut di atas merupakan faktor psikologis yang paling
signifikan dalam penurunan motivasi kerja. Karyawan sebagai manusia biasa tidak
lepas dari rasa ingin dihargai, dihormati, dan diperlakukan sebagaimana
mestinya. Sikap kaku, arogan, sok kuasa hanya akan menghasilkan
kelompok-kelompok orang sakit hati yang rentan terhadap konflik organisasi.
Untuk memotivasi karyawan, maka tingkat kesejahteraan dan pemenuhan
kebutuhannya harus bisa dipenuhi secara baik dan wajar. Pemberian kesempatan
dan peluang para karyawan untuk memberdayakan (empowering) dirinya dalam
mengeksploitasi seluruh kemampuan dan keterampilan yang dimiliki akan membantu
menjaga dan mempertahankan motivasi kerjanya. Karyawan yang berdaya akan banyak
memberi keuntungan, baik dirinya sendiri maupun bagi organisasi.
Dalam jangka panjang,
pegawai yang diberdayakan akan memberikan gagasan dan inisiatif bagi organisasi
dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapi. Kepedulian dan rasa
memiliki (sense of belong) yang tinggi terhadap berbagai isu dan permasalahan
organisai merupakan bentuk sumbangan pemikiran yang sanga mahal. Organisasi
yang berdaya akan dipenuhi oleh orang-orang yang memiliki kepedulian dan
keterlibatan yang dapat membantu usaha pencapaian fleksibilitas serta
responsivitas terhadap pelanggan dalam lingkungan bisnis yang menantang dan
kompetitif. Seperti dikatakan oleh Ken Blancard, (2002), bahwa pemberdayaan
sebagai suatu cara untuk memwirausahakan (entrepreneurship) orang lain,
penanaman rasa memiliki (ownership), suatu bentuk ikatan kerja atas dasar
komitmen (engagement), dan sebagai suatu usaha untuk membuat orang lain
terlibat (involvement) akan memberi sumbangan positif dalam memelihara dan
mempertahankan motivasi kerja karyawan.
Memelihara motivasi kerja
Organisasi merupakan
bentuk kesatuan dari berbagai jenis, sifat, perilaku, dan keinginan dari
anggota yang ada dalam organisasi tersebut. Sebagai organisasi yang
beranggotakan orang-orang dengan bermacam-macam sifat, sikap, dan perilaku,
dalam mewujudkan tujuan-tujuan yang telah ditentukan sebelumnya seringkali
menemui berbagai persoalan internal yang pelik dan kompleks. Persoalan
organisasi yang muncul dalam praktek sehari-hari lebih banyak diakibatkan
karena minimnya komunikasi. Jalinan komunikasi antar teman sejawat maupun
pimpinan terhadap karyawan atas berbagai persoalan yang muncul, baik formal
maupun informal akan dapat membantu memecahkan masalah yang dihadapi. Manusia
sebagai makhluk individu yang memiliki bermacam-macam tujuan yang tampak maupun
tersembunyi, menginginkan bahwa dalam jangka waktu tertentu ingin apa yang
menjadi tujuan-tujuan pribadinya bisa diwujudkan. Sebagai makhluk sosial yang
hidup dan berada di tengah-tengah lingkungan kerja juga memiliki ikatan dan
pertalian hubungan satu sama lain sebagai masyarakat dalam lingkup kecil.
Perbedaan latar belakang pendidikan, suku, agama, jenis kelamin, usia, budaya,
pangkat dan jabatan dalam organisasi seringkali mengalami benturan kepentingan
satu sama lain sehingga menimbulkan perpecahan dan konflik internal organisasi.
Pimpinan dalam hal ini memegang peranan penting dalam memberikan arah dan
tujuan organisasi secara lengkap dan jelas kepada seluruh elemen organisasi
yang terlibat.
Dalam interaksi antar
anggota organisasi, pimpinan harus mampu memberikan dorongan atau motivasi
(motivation) kepada para karyawan agar tercipta lingkungan kerja yang nyaman
dan kondusif sehingga akan menghasilkan kinerja yang optimal. Motivasi dapat
dimaknai sebagai keinginan (desire) dari dalam yang mendorong seseorang untuk
bertindak. Kata motif disamakan artinya dengan kata motive, dorongan, dan
alasan. Motif adalah daya pendorong atau tenaga pendorong yang mendorong
manusia untuk bertindak atau suatu tenaga di dalam diri manusia yang
menyebabkan manusia tersebut bertindak. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa
tingkah laku seseorang dalam beraktivias atau bekerja dapat muncul atau timbul
karena adanya motive (motive are the way of behaviour). Motivasi pada dasarnya
adalah kondisi mental yang mendorong dilakukannya suatu tindakan
(action/activities) dan memberikan kekuatan (energy) yang mengarah kepada
pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan, atau mengurangi ketidakseimbangan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa motivasi kerja adalah sesuatu yang
menimbulkan dorongan atau semangat kerja. Dorongan atau semangat kerja oleh
Ravianto, (2008) sangat dipengaruhi oleh faktor atasan/pimpinan, teman kerja,
sarana fisik, kebijakan/aturan, imbalan, jenis pekerjaan, dan tantangan.
Motivasi merupakan proses
untuk mencoba mempengaruhi seseorang agar melakukan sesuatu yang kita inginkan.
Menurut Barelson dan Steiner dikatakan bahwa istilah motif sebagai suatu
keadaan di dalam diri seseorang (inner state) yang mendorong, mengaktifkan, atau
mengerahkan (karenanya “motivasi”), dan mengarahkan atau menyalurkan perilaku
ke arah tujuan. Motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadi
penyebab seseorang melakukan sesuatu perbuatan atau kegiatan yang berlangsung
secara sadar, Hadari Nawasi, (1997:351). Sementara menurut Maslow yang terkenal
dengan teori tingkatan kebutuhan, manusia memiliki lima kebutuhan pokok yang
harus dipenuhi mulai dari yang paling dasar hingga yang paling tinggi.
Dalam pandangan Maslow,
setiap orang memiliki banyak kebutuhan sesuai tingkatan-tingkatan, dan
seseorang tersebut senantiasa berusaha agar apa yang menjadi kebutuhannya dapat
terpenuhi. Penggolongan sekaligus hirarki kebutuhan menurut Maslow antara lain:
1. Kebutuhan Fisiologis
Perwujudan yang tampak
dari kebutuhan fisiologis antara lain sandang, papan, dan pangan. Kebutuhan ini
dipandang sebagai kebutuhan yang paling mendasar dan setiap orang pasti
membutuhkannya secara terus menerus, sehingga tidak bisa diabaikan melainkan
untuk dipenuhi atau dipuaskan. Disamping itu, pentingnya pemenuhan akan
kebutuhan ini sekaligus sebagai pembeda hakekat manusia dengan hewan atau
makhluk yang lain yang tidak membutuhkan sandang seperti halnya manusia pada
umumnya.
2. Kebutuhan Keamanan
Kebutuhan akan rasa aman
harus dilihat dalam arti luas, karena kebutuhan akan keamanan tidak hanya
secara fisik seperti perjalanan berangkat dan pulang bekerja serta keamanan
harta benda di rumah sewaktu di tinggal bekerja, tetapi kebutuhan rasa aman
secara psikis (kejiwaan) seperti promosi, demosi, mutasi, pemutusan kerja,
pelecehan seksual, perlakuan tidak adil, serta jaminan hari tua juga merupakan
bagian dari kebutuhan keamanan. Kebutuhan akan rasa aman dari resiko kecelekaan
kerja, penggunaan alat kerja, dampak radiasi, kimia, dan akibat-akibat lain
yang ditimbulkan karena dari hasil kerja juga harus dijamin untuk memelihara
motivasi kerja karyawan.
3. Kebutuhan Sosial
Manusia sebagai makhluk
sosial yang bekerja di suatu organisasi dan hidup di tengah-tengah masyarakat,
sangat membutuhkan pengakuan atas keberadaan dan kodratnya sebagai manusia.
Kebutuhan sosial tercermin dari bentuk perasaan diterima orang lain serta sense
of belong yang tinggi, yang dapat membantu menaikkan motivasi, usaha, dan moral
kerja bagi organisasi. Orang yang bekerja di suatu organisasi juga membutuhkan
pengakuan dibutuhkan (sense of importance), sanjungan, dan apresiasi sehingga
tidak merasa diremehkan, diacuhkan atau disepelekan dalam memberikan pemikiran,
ide, dan gagasan-gagasannya. Kebutuhan sosial juga dipengaruhi oleh perasaan
ingin maju, berhasil, dan berkembang sesuai apa yang menjadi cita-cita
hidupnya. Secara kategorikal tidak ada seorangpun yang senang jika menghadapi
kegagalan, sebaliknya setiap orang akan merasa senang dan bahagia jika
mengalami keberhasilan dan kemajuan dalam pekerjaannya. Disamping itu manusia
kerja juga membutuhkan perasaan diikutsertakan (sense of participation) dalam
proses pengambilan keputusan organisasi.
4. Kebutuhan Penghargaan
Pada prinsipnya semua
orang memerlukan status, penghargaan, pengakuan, dan keberadaan (eksistensi)
dari orang lain. Keberadaan dan status seseorang pada umumnya tercermin pada
berbagai lambang atau simbol yang penggunaannya sering dipandang sebagai hak
seseorang, baik di dalam maupun di luar organisasi. Dalam hal ini semakin
tinggi kedudukan seseorang, maka semakin banyak hal yang digunakan sebagai
simbol statusnya. Bentuk fasilitas atau penghargaan seseorang dalam organisasi
adalah jabatan, wewenang, dan tanggungjawab yang diberikan oleh masing-masing
pimpinan. Semakin tinggi kedudukan seseorang dalam suatu organisasi, maka akan
semakin besar pula penghargaan atau fasilitas yang diterimanya. Dalam kehidupan
masyarakat, pada umumnya orang yang terpandang dengan memiliki kekayaan,
kedudukan, jabatan, pendidikan yang tinggi senang jika merasa dihargai,
dihormati, dan dijadikan sebagai orang yang mempunyai pengaruh luas di
masyarakat.
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Dibandingkan dengan empat
kebutuhan manusia seperti di atas, kebutuhan aktualisasi diri merupakan
kebutuhan yang paling tinggi dan tidak semua orang bisa mewujudkannya.
Kebutuhan akan aktualisasi diri hanya bisa diwujudkan oleh orangorang yang
telah dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar sebelumnya. Walaupun dalam kasus
tertentu pada orang tertentu hal tersebut tidak berlaku, tetapi secara umum
kebutuhan aktualisasi merupakan kebutuhan yang paling sulit untuk dicapai.
Secara skematis hirarki kebutuhan menurut Maslow seperti diuraikan di atas akan
nampak sebagai berikut:
Menurut Meier (1965) yang
memberikan teori tentang job performance, dalam hal ini teori psikologi proses
tingkah laku kerja, perbedaan performance kerja antara orang yang satu dengan
yang lainnya di dalam suatu situasi kerja adalah karena perbedaan karakteristik
dari individu. Di samping itu, masih menurut Meier, orang yang sama dapat
menghasilkan tingkah laku kerja yang berbeda di dalam situasi yang berbeda
pula. Untuk memperjelas jalur pemahaman mengenai motivasi, dapat dilihat dengan
gambaran sebagai berikut :
Dari gambaran di atas
terlihat bahwa apa yang ada pada diri seseorang akan mengarahkan orang tersebut
untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan usaha atau upaya guna mencapai tujuan
tersebut juga menimbulkan perilaku, baik yang berujud kegiatan terarah kepada
tujuan atau lebih pada tujuan itu sendiri. Dapat diambil contoh yang sederhana,
apabila ada orang yang sedang kelaparan. Orang yang sedang lapar tersebut sudah
pasti akan terdorong oleh keinginan untuk memuaskan rasa lapar, selain itu akan
muncul pula satu aktivitas tujuan, yaitu bagaimana cara memperoleh makanan
untuk memuaskan rasa lapar tersebut. Keinginan yang timbul dalam kondisi yang
lapar di satu sisi dan kondisi untuk mencapai tujuan pada sisi yang lain, maka
akan menimbulkan perilaku tertentu. Perilaku yang terarah kepada tujuan dapat
diamati dari tiap-tiap usaha yang dilakukan orang tersebut guna mendapatkan
makanan. Pada kondisi tersebut banyak kemungkinan yang muncul, kemungkinan
pertama ia akan ke warung atau restoran, kedua bila tidak punya Dorongan Tujuan
Perilaku Kegiatan terarah ke tujuan Aktivitas tujuan uang ia akan meminta-minta,
atau mungkain akan merampas makanan/uang milik orang lain. Hal ini nampak bahwa
semua usaha yang dilakukan tersebut untuk mencapai aktivitas tujuan, yaitu
makan. Jika dilihat dari sifatnya, jelas bahwa usaha untuk mewujudkan suatu
tujuan dapat dengan menggunakan cara positif dan juga cara negatif. Kemudian
jika dilihat dari aspek waktu, usaha mewujudkan tujuan sangat dipengaruhi oleh
besar kecilnya tujuan yang akan diraih atau dipuaskan. Sebagai contoh, waktu
yang dibutuhkan untuk memenuhi rasa lapar dan mewujudkan tujuan atau cita-cita
menjadi seorang direktur akan sangat berbeda rentang waktu yang dibutuhkan.
Kesimpulan
Tingkah laku seseorang
dalam beraktivitas dapat muncul atau timbul karena adanya motive. Motivasi pada
dasarnya merupakan sebuah kondisi mental seseorang yang mendorong untuk
melakukan suatu tindakan dan memberikan kekuatan yang mengarah kepada
pencapaian kebutuhan. Motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan dorongan
atau semangat kerja. Dorongan atau semangat kerja sangat dipengaruhi oleh
faktor atasan/pimpinan, temen kerja, sarana fisik, kebijakan/aturan, imbalan,
jenis pekerjaan, dan tantangan. Dorongan dan keinginan seorang pegawai
(motivator) merupakan sesuatu yang tidak dapat diamati, melainkan hanya dapat
disimpulkan dari perilaku-perilaku yang nampak saja. Motivasi merupakan akibat
dari interaksi seseorang dengan situasi tertentu yang dihadapinya, sehingga
perbedaan dalam kekuatan motivasi yang ditunjukkan oleh seseorang dalam situasi
tertentu juga akan menimbulkan dorongan yang berbeda pula. Perbedaan
performance kerja antara orang yang satu dengan yang lainnya di dalam suatu
situasi kerja adalah karena perbedaan karakteristik dari tiap-tiap individu.
Pada umumnya, seseorang
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dimulai dari aspek fisiologis, rasa aman,
sosial, keakuan, dan aktualisasi. Namun dalam kasus tertentu ada pula orang
yang tidak melalui urutan kebutuhan seperti bentuk piramid secara utuh. Untuk
memelihara dan mempertahankan motivasi kerja karyawan dalam upaya meningkatkan
kinerja organisasi perlu dipenuhi terlebih dahulu apa yang menjadi motive
kerjanya. Jika motive-motive yang menjadi penggerak dan motivator karyawan
tidak dipenuhi, maka sulit bagi karyawan dalam membangkitkan motivasi dirinya
untuk mewujudkan kinerja organisasi sesuai yang diharapkan. Beberapa faktor
utama yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan dalam melakukan pekerjaannya,
antara lain motivasi, kemampuan, dan lingkungan kerja. Faktor motivasi memiliki
hubungan langsung dengan kinerja karyawan, sedangkan faktor kemampuan dan
lingkungan karja memiliki hubungan tidak langsung. Baik faktor kemampuan maupun
lingkungan kerja keberadaannya sangat berpengaruh terhadap motivasi kerja
karyawan sehingga untuk meningkatkan kinerja harus dimulai dengan bagaimana
membangun dan meningkatkan motivasi kerja itu sendiri.
Daftar Pustaka
Burt Nanus, 2001. Kepemimpinan Visioner, Prenhalindo,
Jakarta.
Gary Dessler, 1997. Human Resource Management,
Prentice Hall, USA.
Hadari Nawawi, 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia
untuk Bisnis yang Kompetitif, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Henry Simamora, 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia,
STIE YKPN, Yogyakarta. Jusuf Suit, Almasdi, 1996. Aspek Sikap Mental dalam
Manajemen Sumber Daya Manusia, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Ken Blancard, 2002. Empowerment (Take More Than a
Minute), Amara Books, Yogyakarta.
Paul Hersey, Ken Blancard, 1982. Management of
Organizational Behavior, Prentice Hall, USA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar