Tresa Hanton
Universitas Mercubuana tresahanton09@gmail.com
Abstrak
Tujuan tulisan atikel ini adalah untuk analisa peluang bisnis buah mangrove dalam berbagai produk makanan dan minuman sehat bagi manusia. bahwa beberapa varian buah mangrove dapat dijadikan makanan dan minuman sehat bagi manusia.
Varian yang dimaksud antara lain: jenis Lindur (Burguiera Gymmorrhisa), jenis Api-api (Avicennia Alba), jenis Pedada Sonneratia spp), jenis Nipah (Nypa fructicans), jenis Jeruju (Achantus iliciofolius), jenis Tanjang dan jenis Brayo. Adapun jenis makanan dan minuman yang dihasilkan dari buah mangrove adalah: kue kering: kripik bawang, krupuk, dan nastar; kue basah: bolu, dodol, klepon, onde-onde, pudding, dan kolak nipah dan minuman berupa sirup.Kelebihan dari makanan dan minuman buah ini adalah sebagai obat berbagai macam penyakit, karena kadar serat yang tinggi dan kaya kalori. Kadar kalori dan karbohidrat jenis Lindur, misalnya, justru lebih banyak dibandingkan beras dan jagung. Berbagai jenis makanan dan minuman tersebut merupakan peluang bisnis yang dihasilkan dari buah mangrove.
Kata kunci: mangrove, bisnis, kripik, krupuk,
bolu, klepon, sirup
PENDAHULUAN
Pemanfaatan buah bakau (mangrove) tidak sepopuler dibandingkan dengan pemanfaatan kayu batang pohonnya. Pemanfaatan kayu dari batang pohon mangrove digunakan
untuk bahan baku pembuatan arang, kayu bakar, dan bahan bangunan. Hingga tulisan ini dibuat (Juni 2015) masyarakat
sekitar masih memanfaatkan kayu mangrove untuk
ketiga kepentingan tersebut.
Hal ini wajar,
karena kawasan hutan
mangrove merupakan sumber kayu yang
penting bagi masyarakat pesisir (Novianty dkk, Maret 2015). Masyarakat sekitar masih jarang
yang memanfaatkanbuah mangrove sebagai bahan makanan, minuman/sirup, sabun, lulur dan zat perwarna.
Hal ini karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang manfaat
buah mangrove, pola pikir (mindset) masyarakat
yang menganggap bahwa satu-satunya sumber karbohidrat hanya
pada beras dan jagung, belum
banyak pengetahuan tentang
potensi
dan manfaat
buah mangrove sebagai sumber
pangan (IPB, Februari 2015). Oleh karena itu, pemanfaatan
buah mangrove yang demikian
perlu dimaksimalkan dan diintensifkan sebagai
peluang bisnis masyarakat sekitar sekaligus sebagai
upaya pelestarian hutan mangrove.
PERMASALAHAN
Akhir-akhir ini banyak pihak yang melakukan penelitian manfaat buah mangrove
bagi kepentingan manusia
sebagai bahan baku
makanan, minuman/sirup, sabun,
lulur dan zat perwarna.
Beberapa pihak yang telah melakukan
penelitian tentang buah mangrove
sebagai bahan baku makanan, minuman/sirup, sabun, lulur dan zat pewarna
antara lain: Institut Pertanian Bogor, Sudin Pertanian dan Kehutanan Jakarta Utara, Balai Besar
Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri (BBTPPI) Kementerian Perindustrian, Kementerian Perikanan dan Kelautan, dan Mahasiswa
Universitas Brawijaya Malang.
PEMBAHASAN
Gambar 1: Kawasan Hutan Mangrove Tambakwedi, Surabaya
Artikel ini merupakan
upaya untuk lebih mempopulerkan buah mangrove sebagai peluang bisnis berbagai
produk makanan dan minuman/sirup. Melalui
upaya ini pula, diharapkan
banyak pihak yang peduli terhadap upaya pelestarian hutan mangrove sekaligus menjadikan buah mangrove sebagai sumber pendapatan substitusi mereka yang diperoleh dari kayu mangrove. Pada akhirnya, hutan mangrove akan menjadi hutan produksi
yang perlu mendapat
perhatian dan dukungan
dari ini dapat dilihat
dari sisi (Setyawan
dan Winarno, 2006) ekologi, sosial-ekonomi, dan sosial-budaya. Fungsi ekologi hutan mangrove meliputi tempat sekuestrasi karbon, remediasi bahan pencemar, menjaga stabilitas pantai
dari abrasi, intrusi air laut, dan gelombang badai, menjaga
kealamian habitat, menjadi
tempat bersarang, pemijahan
dan pembesaran berbagai jenis ikan, udang, kerang, burung
dan fauna lain, serta pembentuk
daratan. Fungsi sosial ekonomi dapat mendatangkan uang dan fungsi sosial-budaya antara lain sebagai
bahan dan laboratorium pendidikan.
Paparan ini belum pada
taraf menganalisa nilai ekonomis buah mangrove sebagai aktvitas bisnis produksi dan perdagangan. Untuk mengetahui nilai eknomis buah ini, maka perlu
dilakukan penelitian tentang
nilai ekonomis buah mangrove sebagai komoditas
bisnis. Berdasarkan pada penelitian-penelitian yang ada, pemanfaatan buah mangrove sebagai sumber pangan sudah dilakukan oleh masyarakat sekitar hutan mangrove, namun
hanya dilakukan di wilayah tertentu
dan oleh sebagaian kecil masyarakat. Menurut
(Haryono , 2004). buah mangrove
jenis Lindur
(Brugniera gymnorrhiza)
dikonsumsi sebagai campuran nasi atau
jagung. Di Muara
Angke Jakarta dan di Teluk
Balik Papan buah mangrove jenis
Api-api (Avicennia alba)diolah
menjadi kripik, sementara itu buah mangrove jenis
Pedada (Sonneratia alba) diolah menjadi sirup dan permen.
Menurut Fortuna (2005) pemanfaatan buah mangrove sebagai bahan makanan pengganti beras dan jagung pada waktu krisis
pangan dilakukan oleh masyarakat di sebagian wilayah
Timor Barat, Flores,
Sumba, Sabu, dan Alor.
Sedikitnya masyarakat yang memanfaatkan
buah mangrove sebagai bahan pangan dan kecantikan antara lain karena:
Kurangnya pengetahuan, pemahaman dan keterampilan masyarakat dalam mengolah buah mangrove
sebagai bahan pangan
dan kosmetik menggugah berbagai pihak untuk memberi
pengetahuan, pemahaman, dan pelatihan-pelatihan bagi masyarakat sekitar
hutan mangrove. Upaya untuk memasyarakatkan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan tentang manfaat buah mangrove, antara lain telah
dilakukan oleh Balai Pengolahan Hutan
Mangrove (BPHM) Wilayah
I dan II dengan merilis
hasil hutan bukan kayu mangrove (HHBKM). HHBKM yang dimaksud
adalah bahan pangan,
minuman, bahan pewarna
dan kosmetik. Dalam rilis itu dikemukakan beberapa jenis buah mangrove yang
dapat dimanfaatkan untuk
hal-hal tersebut. Adapun jenis bauh mangrove
dan peruntukkannya adalah sbb.
1. Bahan pangan
pengganti beras maupun untuk tepung kue dari buah Lindur (Bruguiera gymnorrhiza).
2.
Bahan minuman sirup, dodol, selain dan puding
dari buah Pedada (Sonneratia
caseolaris).
3. Bahan pembuat sabun
dari buah Pedada
(Sonneratia caseolaris).
4.
Bahan tepung kue dari buah Api-api
(Avicennia sp).
5. Bahan kosmetik (lulur
dingin) dari buah
Nyirih (Xylocarpus
granatum).
6.
Bahan baku alkohol, cuka dan gula merah dari buah Nipah
(Nypa fruticans).
7.
Bahan pewarna
pakaian dari kulit kayu Bakau (Rhizophora
mucronata), Lindur (Bruguiera gymnorrhiza) dan Mentigi (Ceriops tagal).
8. Bahan baku kue Tanjang
dan Brayu
Gambar 2: Buah Mangrove Janis Lindur
Bahwa kandungan
energi buah mangrove jenis Lindur lebih banyak
dibandingkan dengan beras dan jagung. Lindur memiliki kandungan energi 371
kalori/100gr, sementara kandungan
energi beras sebanyak 360 kalori/100gr dan jagung sebanyak 307 kalori/100gr. Untuk kandungan karbohidrat Lindur sebanyak 85,1 gr/100 gr, beras sebanyak
78,9 gr/100 gr, dan jagung 63,6 gr/100 gr. Buah mangrove
jenis Lindur sudah lama dikonsumsi oleh masyarakat sekitar hutan mangrove untuk
kue, cake, campuran
nasi, dan dimakan
setelah dicampur dengan kelapa (diurap). Dilihat dari kandungan kalori dan karbohidrat, buah mangrove jenis Lidur lebih
banyak dibandingkan dengan beras, jagung,
singkong, dan sagu. Perbandingan ini antara lain dikemukakan
oleh hasil penelitian Institut Pertanian
Bogor (IPB) bekerja
sama dengan Badan Bimas Ketahanan
Pangan Nusa Tenggara
Timur. Serat yang terdapat
di dalam tepung buah mangrove jenis
Lindur masih memenuhi
syarat mutu tepung berdasarkan SII yang menetapkan
sebanyak tiga persen. Kadar serat tepung Lindur 0,7371 persen denngan
proses penepungan langsung dan 0,7575
persen dengan proses penepungan dengan larutan pemutih. Kadar serat yang tinggi ini dapat meningkatkan nilai tambah buah mangrove
jenis Lindur, karena
serat dalam makanan
mempunyai nilai positif bagi gizi dan metabolisme. Kadar serat ini masih memenuhi
syarat, karena kadar serat yang diterima oleh tubuh 100 gr serta/kg
berat badan/hari. Uji analisis
kimia terhadap buah mangrove jenis Lindur juga dilakukan
oleh kedua lembaga tersebut.
Dari uji analisis yang mereka lakukan
diperoleh hasil, bahwa dalam buah mangrove jenis Lindur terdapat kadar air sebanyak
73,756 persen, kadar
lemak sebanyak 1,246 persen,
protein sebanyak 23,52 persen, dan kadar abu sebanyak 0,342 persen.
Mengkonsumsi Lindur akan keracunan,mengkonsumsinya dilakukan
secara berlebihan dan terus-menerus. Karsinogenik merupakan zat yang menyebabkan seseorang keracunan. Dengan kadar karsinogen yang
rendah, maka daya tahan tubuh masih mampu
menetralisir tannin. Oleh karena itu, buah ini aman dan layak dikonsumsi oleh manusia.
Gambar
3: Buah Mangrove
Pengolahan buah mangrove menjadi tepung dilakukan
dengan cara konvensional maupun
modern. Pengolahan dengan cara konvensional dilakukan oleh masyarakat yang belum menerapkan teknik modern dengan
bantuan mesin. Pengolalahan secara konvensional masih dilakukan oleh pengrajin yang berskala home industry.
Pengrajin yang menggunakan teknik
konvensional antara lain Kelompok
Pengolah Hasil Tambak dan Laut "Karya Mina Mandiri" RT 01 RW 01 Kampung
Ngebruk, Kelurahan Mangunsari, Kecamatan Tugu, Kota Semarang dan Kelompok Kuliner
Pesisir “Tancang Jaya” Desa Kartika Jaya, Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah.
Di Kelompok Pengolah Hasil Tambak dan Laut "Karya Mina Mandiri" teknik pengolahan buah mangrove dengan cara mengupas
kulit dan mengambil bagian dalam. Buah
dibelah menjadi empat bagian kemudian dibuang putiknya dan direndam. Waktu yang dibutuhkan untuk merendam selama dua hari. Selama perendaman dilakukan penggantian
air setiap enam jam sekali. Tujuan perlakuan ini adalah untuk menghilangkan getah yang bisa menyebabkan rasa pahit. Setelah mengalami
proses perendaman kemudian diolah menjadi tepung.
Adapun buah mangrove yang diolah oleh kelompok ini adalah jenis Brayo dan jenis Api-api.
Kelompok yang dipimpin
oleh Nurchayati ini sudah
mengerjakan olahan buah mangrove sejak tahun 2008. Produk
unggulan yang dihasilkan adalah kue bolu. Untuk menghasilkan
kue bolu yang bagus kelompok ini menggunakan jenis Api-api. (Deni Setiawan,
diunduh 2 Maret 2015)
Kelompok Kuliner Pesisir
“Tancang Jaya” mengolah
buah mangrove menjadi tepung dengan cara dimasak dan digiling. Buah mangrove dimasak berkali-kali agar getah dan rasa
pahit yang melekat dibuah ini hilang.
Setelah mengalami proses
ini kemudian digiling untuk
menghasilkan tepung yang diinginkan
oleh pengrajin. Ada tiga jenis buah mangrove yang diolah, yaitu: Tanjang, Brayo, dan Api-api. Produk makanan yang dihasilkan adalah:
krupuk, kue bolu, onde- onde, bingka, ketimus
atau cendol, dan keripik. Produk unggulan yang dihasilkan oleh
kelompok ini adalah krupuk. (Suara Merdeka.com 10 Desember 2013).
Untuk pengolahan buah mangrove jenis Lindur
menjadi tepung melalui
proses sbb. (IPB, diunduh 2 Feberuari 2015):
1. Buah dikupas untuk memisahkan daging dan kulit buah, kemudian buah dicincang
sekecil mungkin.
2. Buah yang sudah dicincang direndan
selama tiga hari dengan tujuan untuk menghilangkan kandungan tannin.
Dalam keadaan tergesa-gesa, cincangan
cukup dicuci sambil diremas-remas
kemudian direbus selama 20-30 menit; pada saat mendidih diaduk-aduk.
3. Buah yang sudah direndam atau direbus kemudian
dicuci dengan air biasa
sambil diuleni.
4. Buah yang sudah dicuci kemudian
dijemur di bawah terik matahari
± hingga satu hari. Buah yang sudah dijemur akan kering dan menyusut. Apabila
akan dibuat “nasi” atau belendung, maka direndam kemudian
ditanak.
5. Apabila akan
dijadikan tepung, maka dalam keadaan
basah bisa langsung
digiling/diblender. Setelah jadi bubur kemudian
dijemur di atas karung kemudian
digiling sampai halus.
6. Setelah digiling, tepung
diayak. Hasil ayakan yang halus digunakan
untuk
berbagai bahan baku kue dan yang kasar dapat ditanak
menjandi ”nasi”.
Dalam rangka meningkatkan produktivitas dan mutu tepung, kini Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri (BBTPPI) Kementerian Perindustrian telah mengembangkan mesin pengolah buah mangrove menjadi tepung.
Rancang bangun mesin dan peralatan
dengan skala atau kapasitas tertentu
disesuaikan dengan kelompok
pengrajin mangrove di masing-
masing tempat.
Mesin pengelolaan buah mangrove tersebut merupakan
hasil integrasi akademisi, pengusaha, pemerintah, dan masyarakat. Adapun penelitian teknologi
pengolahan buah mangrove menjadi tepung didasarkan pada model dan variabel yang berpengaruh terhadap
kualitas tepung yang dihasilkan.
Ini dimaksudkan agar tepung yang dihasilkan sesuai dengan mutu yang diinginkan. (Antaranews.com, diunduh hari Kamis, 24 April 2014)
Gambar 4 Ragam
Makanan dari Buah Mangrove jenis Lindur
menunjukkan ragam makanan
yang dihasilkan dari buah mangrove
jenis Lindur. Gambar kiri atas adalah
tepung dan buah Lindur. Gambar kanan atas adalah tepung Lindur yang sudah
ditanak dan parutan kelapa yang siap
untuk dimakan. Jenis makanan ini merupakan
bahan makanan pengganti
beras dan jagung pada waktu krisis pangan.
Makanan ini dikonsumsi oleh masyarakat di sebagian wilayah
Timor Barat, Flores,
Sumba, Sabu, dan Alor.
Gambar 5 : Aneka Olahan Buah Mangrove Produk Ibu Habibah pada Festival Desa, Bumi Perkemahan
Ragunan, Jakarta, Desember 2013
Sumber : Pemuda Bahari, diunduh 12 Maret2015
Adapun Gambar kiri dan kanan
bawah adalah kue kering yang dibuat dari tepung buah mangrove jenis Lindur. Buah mangrove
jenis Api-api (Avicennia
Alba) merupakan bahan yang dapat dibuat menjadi kripik, klepon kudapan
manis bertabur parutan
kelapa, bolu, sirup,
dan dodol. Oleh Habibah
jenis Api-api dijadikan bahan untuk
kripik, klepon kudapan
manis bertabur parutan kelapa, sirup, dan dodol. Habibah
adalah anggota Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia
(PPNI) Marunda Kepu yang bertempat
tinggal di Desa Pabean Udik, Indramayu, Jawa Barat.
Ide untuk
mengolah buah mangrove menjadi berbagai makanan ringan ini dari pengamatannya terhadap
hutan mangrove bagian keberadaan pohon mangrove.
Perhatiannya pada buah mangrove untuk dikreasikan menjadi olahan makanan, yang semakin menipis di
pesisir Marunda karena buah mangrove hanya
dibuang begitu Jakarta.
Oleh karena itu,ia ingin memanfaatkan
secara maksimal semua. Hal ini
sangat disayangkan, kalau dibiarkan terus-menerus.
Gambar 6: Kue Bolu dari buah Mangrove
produk Kelompok Pengolah Hasil
Tambak dan Laut "Karya Mina
Mandiri" Keluarahan Mangunsari, Kecamatan Tugu, Kota Semarang
Sumber : Deni Setiawan, diunduh
2 Maret 2015
Gambar 7: Krupuk dan produk lain buah Mangrove hasil
produksi Kelompok Kuliner
Pesisir “Tancang Jaya” Desa Kartika Jaya, Patebon,
Kendal, Jateng.
Sumber :
Suara
Merdeka.com 10 Desember 2013
Di Semarang, tepatnya di RT 01 RW 051 Kampung Ngebruk, Keluarahan Mangunsari, Kecamatan Tugu, Kota Semarang buah mangrove
dijadikan kue bolu. Untuk menghasilkan
kualitas bolu yang baik, maka
menggunakan buah mangrove jenis Api-api (Avicennia marina). Buah jenis ini yang cocok
untuk membuat bolu. Produksi bolu mangrove yang dimulai
sejak tahun 2008 itu, dikerjakan
oleh Kelompok Pengolah
Hasil
Tambak dan Laut "Karya Mina Mandiri" di desa itu. Kelompok yang diketuai Nurchayati ini, sering mendapat
order; terutama pada saat ada undangan bazar, seminar,
dan pelatihan di kampus atau instansi pemerintahan. Di Desa Kartika Jaya, Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal,
Jawa Tengah buah mangrove
dijadikan berbagai olahan
makanan; satu di antaranya
adalah krupuk mangrove. Krupuk ini merupakan produk unggulan
Kelompok Kuliner Pesisir
“Tancang Jaya”. Olahan
ini melalui percobaan berkali-kali. Semula, kerupuk mangrove terasa pahit. Kemudian, berulang kali dilakukan percobaan untuk menghilang-kan rasa pahit pada kerupuk. Produk-produk lain dari jenis Api-api
(avicennia spp) misalnya, buahnya dapat dijadikan
tepung untuk selanjutnya diolah menjadi kue bolu, onde-onde, bingka, ketimus atau cendol, dan keripik serta berbagai jenis panganan camilan
lainnya. (Suara Merdeka.com, 10 Desember 2013 | 17:40 wib | Rahasia Chef).
Di Kelompok Nelayan Wanasari Desa Tuban, Kuta, Bali buah mangrove dijadikan kue makanan ringan. Kelompok yang dipimpin oleh Kadek Surasmini
ini mengolah buah mangrove menjadi kue kering Nastar setelah mengikuti
pelatihan di Mangrove Information Center (MIC)
di Jalan By Pass Ngurah Rai Denpasar. Pengolahan buah mangrove menjadi
Gambar 8 : Kue Kering Nastar dari Buah Mangrove karya istri
nelayan Kelompok Nelayan
Wanasari Desa Tuban, Kuta, Bali
Sumber : Nusadua Post, diunduh 24 April 2014
kue termasuk
pengalaman baru bagi dirinya maupun
masyarakat Bali. Selama
ini mereka menganggap, bahwa buah mangrove itu beracun, sehingga tidak dapat dikonsumsi. Ternyata anggapan ini keliru, karena
buah mangrove dapat diolah
menjadi jajanan yang
enak.
Kegiatan serupa juga dilakukan
oleh empat mahasiswa
dari Universitas Brawijaya
(UB) Malang. Mereka adalah: Rizky
Rizaldi, Dito Aditia, Alfia Gita K (Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan), dan Afifah Qodri Rinjani (Fakultas Ilmu Budaya). Mereka memberi
pelatihan kepada ibu-ibu PKK
dan remaja Karang Taruna Desa Sidoasri, Kabupaten Malang. Wilayah
ini dipilih karena
wilayah Sidoasri dekat dengan
pantai yang ada di Malang Selatan.
Mereka melatiiibu-ibu PKK untuk mengolah buah mangrove menjadi bolu.
Hal ini untuk meningkatkan nilai
tambah buah mangrove yang
selama ini hanya menjadi
sampah di sepanjang pantai. Kegiatan
ini merupakan salah satu dari
program konvervasi yang teridiri dari
edukasi sebagai kegiatan menyadarkan masyarakat, ekonomi
dalam bentuk pengolahan buah magrove, danekologi dengan konservasi lingkungan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Paparan di atas menunjukkan peluang bisnis
kuliner yang berbahan
dasar buah mangrove. Bisnis ini mempunyai peluang untuk berkembang dengan ditemukannya mesin yang mampu merubah
buah mangrove menjadi tepung
yang mempunyai standar
mutu tepung untuk aneka ragam kue dan minuman/sirup. Dengan peluang bisnis
ini, maka diharapkan mengundang
perhatian pada masyarakat dan pemerintah
untuk membudidayakan keberadaan hutan mangrove
akan makin luas dalam rangka untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat; baik masyarakat sekitarnya maupun masyarakat luas. Untuk kepentingan ini Wali Kota Jakarta Utara mempunyai rencana, bahwa
pengolahan buah mangrove manjadi kuliner akan dipasarkan di kawasan 12
destinasi Wisata Pesisir Jakarta
Utara (Utara.jakarta.go.id diunduh tanggal, 24 April 2014).
sekaligus memelihara kelestarian hutan
Kebijakan Walikota
Jakarta Utara ini mangrove.
Dengan demikian, maka seharusnya ditiru oleh pemangku jabatan pemerintahan di Provinsi
Jawa Tengah dan Jawa Timur, karena menurut
BBTPPI Kementerian
Perindustrian, di kedua provinsi
ini potensi buah mangrove cukup luas, namun belum dimanfaatkan secara berkesinambungan dalam rangka untuk pelestarian produksi dan pelestarian tanaman
mangrove. (Antaranews.com, diunduh, 24 April 2014).
Ahmad Dwi Setyawan dan Kusumo Winarno, 2006, Pemanfaatan Langsung Ekosistem Mangrove
Di Jawa Tengah dan Penggunaan Lahan Di Sekitarnya; Kerusakan Dan Upaya Restorasinya, BIODIVERSITAS Vol. 7, No. 3, Juli
2006, Hal. 282-291
Benu Olfie L. Suzana, 2011, Valuasi Ekonomi Sumberdaya Hutan Mangrove di Desa Palaes,
Kecamatana Likupang Barat, Kabupaten Minahasa
Utara, ASE- Volume 7, Nomor 2, Mei 2011, halaman
29-38
Deni Setiawan, Bolu Mangrove
dari Kampung Ngebruk, diunduh 2 Maret 2015
IPB Bogor, Tanpa
Judul, diunduh tanggal 2 Februari 2015
La Ode Wahidin dkk, 2013, Valuasi Ekonomi Tegakan
Pohon Mangrove (Soneratia Alba) di Teluk Kendari, Kota Kendari, Kota Kendari, Provinsi
SulawesiTenggara, Jurnal Mina Laut Indonesia, Vol. 02, Nomer 06, Juni 2013,
halaman120-127, ISSN 2303-3959
Lilian Sarah Hiarey,
2009, Identifikasi Nilai
Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove di Desa
Tawiri, Ambon, Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume 5, Nomor 1,
Maret 2009, hal. 23-34
Marhayana S. dkk, Manfaat Ekonomi Eksistem Mangrove
di Taman Wisata
Perairan Padaido Kabupaten Biak Numfor, Papua, diunduh tanggal 2 Februari 2015.
Nusadua Post, diunduh Kamis, 24 April 2014 Okezone,
Mahasiswa UB Sulap Mangrove
Jadi
Kue Bolu, diunduh 24 April
2014 Riny Novianty dkk, Identifikasi Kerusakan
dan Upaya Rehabilitasi Ekosistem
Mangrove di Pantai
Utara Kabupaten Subang, diunduh tanggal 2 Maret 2015
Sapruddin dan Halidah, 2012, Potensi Nilai Manfaat Jasa Lingkungan Hutan Mangrove
di Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan, Journal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, Vol 9 No 3: 213-219
Suara Merdeka.com 10 Desember 2013 |
17:40 wib | Rahasia Chef.
Yuyun Wahyuni,
dkk, 2014, Valuasi
Total Ekonomi Hutan Mangrove di Kawasan Delta Mahakam, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur, Jurnal Penelitian Kehutanan
Wallacea, Volume 3, Nomer 1, April
2014, hala
man 1-12
Tidak ada komentar:
Posting Komentar