Kemampuan Berpikir Kritis Dalam Pendidikan Kewirausahaan
Riyanto Samudra (@U12-RIYANTO)
Universitas Mercu Buana
Jl. Meruya Selatan No. 1 Kembangan, Jakarta Barat
41419010015@student.mercubuana.ac.id
Abstark
Artikel ini mengkaji tentang Kemampuan Berpikir Kritis Dalam Pendidikan Kewirausahaan. Kajian ini dilatarbelakangi dengan pendidikan sebagai proses manusia memperoleh kemampuan berpikir kritis untuk kewirausahaan. Keberhasilan dalam belajar akan mempengaruhi perkembangan, sehingga masalah yang perlu dikaji adalah rendahnya kemampuan berpikir manusia. (J. Suparno, 2014). kemampuan adalah kesanggupan bawaan sejak lahir atau hasil latihan/praktek danmerupakan sebuah penilaian terhadap apa yang dapat dilakukan seseorang. Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan atau kecakapan adalah bentuk keahlian yang dimiliki seseorang sejak lahir atau hasil latihan/praktek yang digunakan untuk mengerjakan sesuatu dan diwujudkan dalam bentuk tindakan nyata/dunia baru.
Kata Kunci : Kemampuan, kritis
PENDAHULUAN
Pendidikan sebagai proses manusia memperoleh ilmu pengetahuan sangat penting dalam membentuk kemampuan berpikir. Keberhasilan dalam belajar akan mempengaruhi perkembangan, sehingga masalah yang perlu dikaji adalah rendahnya kemampuan berpikir manusia. (J. Suparno, 2014). Melalui berpikir kritis, akan mampu menemukan kesimpulan dan keputusan yang informatif, bermanfaat, serta dapat dipertanggungjawabkan. Karena keputusan dan kesimpulan tersebut diperoleh dari analisis berbagai pendapat, asumsi, serta ide yang beragam dan bermacam-macam. Perbedaan ide atau gagasan tersebut akan membuat berpikir kritis yaitu untuk menemukan kejelasan, persamaan, maupun perbedaan dari masing-masing kumpulan semua ide tersebut. Kemampuan berpikir kritis membuat
kita menganalisa kembali, mengidentifikasi, mengevaluasi, mempertimbangkan, mengembangkan kembali semua ide dan segala asumsi hingga pada akhirnya kemudian akan memunculkan satu keputusan atau sebuah kesimpulan yang dianggap paling baik serta dapat dilakukan.
Pelaksanaan pendidikan kewirausahaan sesuai dengan amanah Undang Undang No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, yang menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Universitas Negeri Yogyakarta, 2012). Berkaitan dengan ketercapaian tujuan pendidikan nasional terutama yang mengarah pada pembentukan karakter yang terkait dengan pembentukan sikap dan perilaku wirausaha peserta didik, diharapkan dengan adanya pendidikan kewirausahaan ini akan menyadarkan para peserta didik untuk dapat berpikir kritis tentang betapa pentingnya Pendidikan kewirausahaan sebagai wadah pengembangan diri. Melalui pengembangan individu diharapkan secara keseluruhan masyarakat akan mengalami “self empowering” untuk lebih kreatif dan inovatif. Kualitas pendidikan harus terus menerus ditingkatkan. Kualitas pendidikan terkait dengan kualitas proses dan produk. Kualitas proses dapat dicapai apabila proses pembelajaran berlangsung secara efektif dan peserta didik dapat menghayati dan menjalani proses pembelajaran tersebut secara bermakna. Kualitas produk tercapai apabila peserta didik menunjukkan tingkat penguasaan yang tinggi terhadap tugastugas belajar sesuai dengan kebutuhannya dalam kehidupan dan tuntutan dunia kerja. (Universitas Negeri Yogyakarta., 2012)
PEMBAHASAN
Menurut Nurhasanah (2013), kemampuan berasal dari kata “mampu” yang berarti kuasa (bisa, sanggup, melakukan sesuatu, dapat, berada, kaya dan mempunyai harta berlebihan). Robbins (2008), kemampuan adalah kecakapan untuk menguasai suatu keahlian yang merupakan bawaan sejak lahir dari hasil latihan atau praktek. Kecakapan tersebut pada umumnya digunakan untuk mengerjakan sesuatu dan diwujudkan dalam bentuk tindakan nyata. Anas (2006), kemampuan adalah kesanggupan bawaan sejak lahir atau hasil latihan/praktek dan merupakan sebuah penilaian terhadap apa yang dapat dilakukan seseorang. Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan atau kecakapan adalah bentuk keahlian yang dimiliki seseorang sejak lahir atau hasil latihan/praktek yang digunakan untuk mengerjakan sesuatu dan diwujudkan dalam bentuk tindakan nyata/dunia baru.
Menurut Robbins (2008), membagi kemampuan dalam tiga jenis: (1) berpikir untuk menghadapi dan menyesuaikan pada kondisi yang baru dengan cepat dan efektif (berpikir kritis), 2) mengetahui dan menggunakan konsep- konsep yang abstrak secara efektif, dan 3) mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. Annas (2006) dan Robbins (2008), membagi kemampuan menjadi dua jenis: 1) intelektual (intelektual ability) merupakan kemampuan melakukan aktifitas secara mental dalam berpikir, dan 2) fisik (physical ability) merupakan kemampuan melakukan aktivitas berdasarkan stamina kekuatan dan karakteristik fisik. Kemampuan intelektual (intelektual ability) dan kemampuan fisik (physical ability) mempengaruhi potensi yang ada dalam diri peserta didik. Potensi peserta didik dari kemampuan intelektual (intelektual ability) yaitu dalam kemajuan belajar. Jika peserta didik memiliki kemampuan intelektual (intelektual ability) yang tinggi, maka kemajuan dalam belajar lebih berhasil dan berdampak pada peningkatan prestasi/hasil belajar. Potensi akibat kemampuan fisik (physical ability) yaitu keahlian dan keterampilan. Peserta didik cenderung mengandalkan keahlian dan keterampilan untuk meyelesaikan suatu tindakan, dan aktif untuk mencari solusi pemecahan masalah yang akan dilakukan.
Berpikir kritis (critical thinking) menurut Nelawati (2013), dapat diartikan sebagai keterampilan untuk menganalisis argumen dan memunculkan wawasan dari setiap makna yang diinterpretasikan, mengembangkan pola penalaran yang logis, memahami asumsi yang mendasari setiap posisi, serta memberikan model presentasi yang dapat dipercaya, ringkas dan meyakinkan. Muhfahroyin (2009), berpikir kritis (critical thinking) mencakup suatu proses yang melibatkan operasi mental seperti deduksi, induksi, klasifikasi, evaluasi, dan penalaran. Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis (critical thinking) adalah suatu proses berpikir yang melibatkan kemampuan menganalisis, mensintesis dan evaluasi terhadap informasi yang dimiliki dari hasil induksi, dedukasi, klasifikasi serta penalaran untuk mengambil keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan.
Menurut Anwar (2012) dan Bayurini (2013), berpikir kritis (critical thinking) dalam kegiatan pembelajaran dapat diaplikasikan melalui pembelajaran berbasis bioentrepreneurship. Dalam pembelajaran berbasis bioentrepreneurship peserta didik dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis (critical thinking). Anwar (2012), Bayurini (2013), dan Ennis (2000), menyebutkan bahwa idealnya peserta didik mempunyai 12 kemampuan berpikir kritis yang dikelompokkan menjadi 5 aspek kemampuan berpikir kritis (critical thinking) melalui pembelajaran berbasis bioentrepreneurship antara lain:
1. Elementary clarification (peserta didik dapat memberikan penjelasan dasar dengan pilar ilmiah mengenai materi dari kegiatan pembelajaran berbasis bioentrepreneurship) meliputi:
a) Memfokuskan pertanyaan berkaitan dengan manfaat pembelajaran berbasis bioentrepreneurship dalam pembuatan produk unggulan
b) Menganalisis pendapat terkait manfaat pembelajaran berbasis bioentrepreneurship dalam pembuatan produk unggulan
c) Berusaha mengklarifikasi suatu penjelasan tentang manfaat pembuatan produk dari pembelajaran berbasis bioentrepreneurship dengan sistem pencernaan manusia dan sebagai upaya penanggulangan masalah gizi
2. The basis for the decision (peserta didik dapat menentukan dasar pengambilan keputusan dengan pilar manajerial kegiatan pembelajaran berbasis bioentrepreneurship) meliputi:
a) Mempertimbangkan apakah sumber informasi untuk mengklarifikasi manfaat pembuatan produk dari pembelajaran berbasis bioentrepreneurship dapat dipercaya atau tidak
b) Mengamati jurnal yang dijadikan acuan mengenai kandungan gizi yang terdapat pada produk yang dibuat dari pembelajaran berbasis bioentrepreneurship dan mempertimbangkan untuk menanggulangi masalah sistem pencernan makanan dan sebagai upaya penanggulangan masalah gizi
3. Inference (peserta didik dapat menarik kesimpulan dari pembelajaran berbasis bioentrepreneurship) meliputi:
a) Menjelaskan secara umum (dedukasi) produk yang dibuat dari pembelajaran berbasis bioentrepreneurship memenuhi kriteria makanan bermutu untuk dikonsumsi oleh tubuh.
b) Menjelaskan secara khusus (induksi) produk yang dibuat dari pembelajaran berbasis bioentrepreneurship yang digunakan sebagai kebutuhan makanan dan energy dalam tubuh.
c) Membuat pertimbangan produk yang dibuat dari pembelajaran berbasis bioentrepreneurship sebagai upaya untuk menanggulangi masalah pada sistem pencernaan makanan dan masalah dalam penanggulangan gizi.
4. Advanced clarification (peserta didik dapat memberikan penjelasan yang lebih luas mengenai materi yang telah diajarkan melalui pembelajaran berbasis bioentrepreneurship) meliputi:
a) Mendefinisikan istilah seseorang yang mengalami penyakit pada sistem pencernaan makanan.
b) Mengidentifikasi asumsi seseorang mengalami penyakit pada sistem pencernaan makanan akibat tidak mencukupi AKG dalam tubuh. 5. Supposition and integration (peserta didik dapat memperkirakan dan menggabungkan pemahaman yang telah diperoleh bentuk dari pilar ilmiah, manajerial, teknologi, serta uang dari pembelajaran berbasis bioentrepreneurship) meliputi:
a) Menentukan tindak lanjut pembuatan produk dari pembelajaran berbasis bioentrepreneurship yang memenuhi kriteria sehat, ekonomis, dan bergizi tinggi.
b) Berinteraksi dengan orang lain melalui upaya penyuluhan gizi untuk mengantisipasi penyakit yang terjadi pada sistem pencernaan makanan Pada pembelajaran praktikum menurut Bayurini (2013), Ennis (2000).
Bioentrepreneurship berasal dari kata “bio” dan “entrepreneurship”. Bio yang berarti makhluk hidup berupa tumbuhan, hewan, dan manusia serta entrepreneurship merupakan segala hal yang berkaitan dengan sikap, tindakan, dan proses yang dilakukan oleh entrepreneur dalam merintis, menjalankan, dan mengembangkan usaha. Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa bioentrepreneurship merupakan pemanfaatan makhluk hidup yang dapat diolah menjadi produk usaha sehingga menghasilkan ekonomi produktif (Anwar, 2012).
Menurut Machin (2012), pembelajaran berbasis entrepreneurship merupakan suatu bentuk pembelajaran kewirausahaan yang dilaksanakan secara terintegrasi dengan muatan lokal atau terintegrasi dengan mata pelajaran yang relevan menggunakan berbagai metode pembelajaran yang dapat membangun spirit kewirausahaan. Anwar (2012), mata pelajaran yang relevan dalam pembelajaran berbasis bioentrepreneurship adalah mata pelajaran biologi. Hal tersebut dikarenakan pada mata pelajaran biologi membahas mengenai materi- materi peranan makhluk hidup yang dapat dijadikan produk bioentrepreneurship Menurut Tumisem (2016), materi-materi dalam mata pelajaran biologi yang diintegrasikan dalam pembelajaran berbasis bioentrepreneurship seperti pada kelas X mengenai materi kingdom bakteri yang dibuat produk nata decoco dan yogurt, pada kelas XI mengenai materi sistem pencernaan makanan yang dibuat produk berupa minyak Virgin Coconut Oil (VCO), tempe kedelai dan kecap air kelapa, dan pada kelas XII mengenai materi bioteknologi dengan memanfaatkan limbah yang dibuat produk pupuk kompos.
PENUTUP
Pendidikan kewirausahaan merupakan suatu langkah pasti untuk dapat menanamkan rasa dan juga jiwa kewirausahaan di dalam diri peserta didik. Jiwa kewirausahaan tersebut dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan, atau kompetensi. Kompetensi itu sendiri ditentukan oleh pengetahuan dan pengalaman usaha. Kemampuan kreatif dan inovatif tersebut secara riil tercermin dalam kemampuan dan kemauan untuk memulai usaha, kemampuan untuk mengerjakan sesuatu yang baru , kemauan dan kemampuan untuk mencari peluang, kemampuan dan keberanian untuk menanggung risiko dan kemampuan untuk mengembangkan ide dan meramu sumber daya. Dengan adanya pelatihan dan pengembangan kemampuan berwirausaha serta dilandaskan dengan berpikir kritis, maka akan tercapai kemampuan wirausaha peserta didik yang nantinya bisa terus bisa berkembang luas dan sangat berguna untuk kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Ardhiansyah, Fadhil. 2017. Kemampuan Berpikir Kritis (Critical Thinking) Peserta Didik Kelas Xi Sma Muhammadiyah 1 Purwokerto Antara Pembelajaran Berbasis Bioentrepreneurship Dengan Pembelajaran Praktikum. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Purwokerto.
Hayati, Innisa Kumala. 2019. Pendidikan Kewirausahaan Sebagai Wadah Pengembangan Inovatif Peserta Didik Dengan Metode Berpikir Kritis. Fakultas Ekonomi.
Isnainvy. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Cooperative Tipe Group Investigation Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Siswa Kelas X Smk Farmasi Ikasari Pekanbaru. Skripsi. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Riau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar